Setelah dua tahun tidak pernah menyentuh blog ini, akhirnya saya kembali tapi kali ini saya membawa cerita pengalaman pribadi yang sungguh berbeda, diluar prediksi. Bukannya tidak ada cerita yang bisa dibagikan. Selalu ada cerita. Namun di pengalaman kali ini memberikan saya kesempatan untuk kembali melihat ke blog ini. Juga akan menjadi cerita perjuangan yang akan saya baca mungkin di beberapa tahun ke depan.
Pengalaman pertama pakai alat begini. Gara-gara penyakit ini semua yang saya alami adalah pengalaman pertama bagi saya.Hari ini adalah hari ke 73 mengetahui saya sedang menderita sakit autoimun type Guillain Barre Syndrome atau lebih dikenal dengan GBS. Selama dua minggu saya dirawat di rumah sakit dan setelahnya hingga hari ini saya sudah rawat jalan di rumah. Bagaimana rasanya? Apa yang terjadi? Kenapa bisa sakit ini? Apa gejala awalnya? Tindakan apa saja yang akan dan harus dilakukan saat menderita sakit ini? Kapan penyakit ini datang? Kapan harus dibawa ke dokter? Semua pertanyaan ini menghantui ku saat mengetahuinya.
6 - 7 Jun
Semua berawal dari sini. Di tanggal 6 saya merasa mual-mual di pagi siang hari, saya pikir mungkin lagi masuk angin saja. Tengah malam tiba-tiba saya kebangun tangan dari telapak sampai siku dan dari lutut sampai telapak kaki kedinginan tapi muka badan tidak. Sudah selimutan tangan sama kaki masih kedinginan tapi badan keringetan jadi tidak bisa tidur. Akhirnya bangun bikin teh panas, tangan megang teh panas-panas, butuh waktu lama agar tidak kedinginan. Giliran tehnya habis tangan kedinginan lagi. Habis subuh karena kepala keliyengan memutuskan tidur. seharian keliyengan.
Malamnya dibelikan bubur ayam sama ati karena belum bisa memasukkan makanan padat. Baru makan sedikir, tidak lama tiba-tiba saya muntah. Masuk air muntah, masuk makanan muntah, bahkan obat mylanta baru masuk juga langsung keluar lagi. Begitu terus sampai tengah malam, setelah itu baru saya bisa tidur lagi.
8 Jun - SABTU
Sehabis subuh saya kira muntahnya sudah berakhir sehingga memutuskan minta makan bubur. Baru makan sedikit, muntah lagi. Saya rebahan beberapa kali muntah hingga saya lemas. Dimuntahan terakhir dari tempat tidur ke kamar mandi tiba-tiba saya hampir terjatuh dari kasur seperti terpeleset tapi saya tidak merasa terpeleset. Seperti ada yang tiba-tiba lemas di kaki. Saya langsung terduduk di pinggir kasur. Mencoba menyeimbangkan diri. Tidak lama saya kembali muntah dan pada akhirnya saya merasa harus segera di bawa ke IGD pagi itu juga. Jam 11an sampai di IGD RS terdeket rumah. Selama di IGD, di infus dan ambil darah, kemungkinan saya terkena tipes. Jam 2an baru masuk kamar.
Pertama kali opname setelah menikah
Sorenya, mb Tika dan suami beserta kakaknya datang menjenguk. Karena dokter tidak datang. Mbak Tika bertanya tentang hasil lab tadi. Menurut mb Tika hasil lab kemaren memang suspect Tipes, HB bagus, kalium juga bagus, 3,3. Ohya, di hari ini saya masih bisa berdiri, jalan sendiri menuju ke kamar mandi, sudah bisa masuk makanan, bahkan saat itu bisa miring kanan kiri sendiri.
Malamnya Aisyah tidak bisa tidur, tidak tidur-tidur. Mungkin masih asing baginya. Tidurnya pun mau di samping saya saja sedangkan saya pun tidak bisa tidur. Berbagai macam posisi tidur sudah saya coba, dari kaki di kepala, posisi setengah duduk, miring, dan segala macam, tidak berhasil. Daripada mencoba merem terus-terusan saya coba pakai menonton netflix saja, tentu saja saat Aisyah sudah tertidur dipukul 11 malam. Saat menonton mata saya berasa seperti sedang menangis, berair tapi ketika menyentuh mata tidak ada apa-apa. Bisa tidur mungkin jam 1 / 2 setelah nyala matiin handphone beberapa kali.
9 Jun - MINGGU
Yang saya rasakan saat ini tiba-tiba kakiku rasanya lemas sekali, buat angkat kaki terasa berat, berdiri sendiri lebih susah, jalan harus dituntun pas ke kamar mandi. Kaki dan tangan mulai kedinginan lagi, akhirnya minta selimut tambahan ke susternya. Keluhan tambahan, tiba-tiba batuk tapi seperti dahaknya tuh susah keluar.
Hari ini Umik datang bertujuan untuk membujuk rayu Aisyah agar mau ikut ke rumah Umik dan zonk. Dari awal Aisyah memang terbilang susah untuk diajak nginap sendirian di Umik. Jadi yasudah karena gagal, Umik pulang. Sebelumnya mb Nina datang menjenguk. Disitu suami mulai menyadari mata sebelah kiri saya kalau merem tidak menutup rapat. Walau sebenarnya saya merasa mulut ini seperti tidak bisa bergerak seluas, selebar seperti biasanya. Saya denial menerimanya. Saya menganggap mungkin hanya karena sedang sakit saja. Setelah meminum sesendok sari kurma saya merasa jah lebih bertenaga. Bisa sedikit menggerakkan kaki. Saat mb Tika datang saya mengeluhkan kaki saya yang semakin susah dan berat untuk digerakkan. Tapi menurutnya yang setelah melihat hasil lab seharusnya saya tidak selemah ini karena sebelumnya kakak saya yang juga baru saja opname kaliumnya dibawah saya sedikit tapi masih bisa berdiri dan berjalan walau masih terasa pusing.
Malam hari saat akan pergi ke kamar mandi tiba-tiba lutut terasa lemas tidak ada tenaga, hanya dibagian lutut, mengakibatkan saya terjatuh. Karena gerak makin susah, dengan terpaksa, saya meminta Aisyah untuk tidur dibawah bersama Abinya. Awalnya enggan namun pada akhirnya mau. Sebenarnya saya tentu tidak tega melihat anak harus tidur dilantai sedangkan saya tidur di kasur yang empuk dan nyaman. Tapi bagaimana lagi?
Hari itu saat membaca tulisan di handphone saya mulai merasa tulisan ngeblur tidak terbaca. Lidah juga rasanya seperti kaku, kesemutan. Bahkan saat lidah mencoba untuk menyentuh gigi bagian dalam, serasa lidah ini tidak bisa menyentuh langsung gigi, seperti ada jarak diantara mereka. Lagi-lagi saya denial dan tidak melaporkannya karena yang terpikirkan adalah mungkin sedang sakit jadi menyebabkan mulut terasa pahit seperti sakit pada umumnya.
10 Jun - SENIN
Hari ketiga opname, tidak ada perubahan apapun justru sebaliknya. Rasanya kaki semakin lemas. Dibuat duduk semakin susah. Apalagi dibuat berdiri dan jalan. Masih bisa jalan beberapa langkah tapi beberapa kali pula sempat mau jatuh lagi pas berdiri. Lutut seperti mati rasa.
Aisyah akhirnya berhasil diajak menginap di Umik setelah dirayu-rayu selama 2 hari. Setelah Aisyah pulang, saya dipindah ke kamar yang lebih dekat dengan ruangan susternya, lebih luas, kamar mandi lebih luas namun dari tempat tidur saya ke kamar mandi cukup jauh. Isinya masih sama isi dua. Saya pindah setelah ashar.
Sebelum pindah kamar, saya sempat meminta ke kamar mandi dulu, namun suami memaksa nanti saja di kamar baru. Dan setelah perpindahan ke kamar baru, saya merasa jauh lebih sulit berdiri daripada di kamar sebelumnya. Akhirnya pas mau ke kamar mandi, karena berdiri dan berjalan semakin susah, jalannya saya memeluk erat tubuh suami dan berjalan bersama. Itu pun pas keluar dari kamar mandi, saya sempat hampir mau terjatuh lagi. Sore itu saya sempat meminta sikat gigi karena sudah tiga hari saya tidak bisa sikat gigi. Saya bersikat gigi sambil duduk. Setelah berkumur, tangan saya yang habis terkena air langsung merasa kedinginan, hanya di tangan saja. Dari duduk ke berdiri saya sudah tidak sanggup. Akhirnya sama suami, kursi yang duduki ditariknya hingga ke kasur.
Pasien sebelah yang melihatnya, memberikan saran untuk pakai kursi roda saja agar lebih mudah. Malam itu suami langsung pulang dan mengambil kursi roda. Beruntung di rumah ada kursi roda peninggalan Papa saat masih sakit. Dulu sengaja Ibu membelinya agar bisa mengajak Papa jalan-jalan entah itu ke mall, karena Papa sudah dikuat jalan lama dan jauh.
Menjelang Maghrib, dokter penyakit dalam visit. Dokter mengatakan hari ini akan diberikan infus kalium malam ini jika hasilnya bagus besok maka bisa pulang besok. Saat dokter mengatakan itu saya berdoa dalam hati agar saya bisa pulang besok. Pemberian kalium pun dimulai jam 9 an. Karena pemberiannya malam jadi bisa dipakai sekalian tidur. Tiba-tiba tengah malam badan rasanya tuh seperti sedang gemeteran, kesemutan seluruh badan. Yang awalnya hanya tangan dan kaki. Ini seluruh tubuh. Bahkan tangan saat memegang pinggiran kasur terasa dingin sekali. Saya akali dengan dikasi selimut agar saya bisa merubah sedikit-sedikit posisi jika mampu. Dan tentu saja di jam 1 - menjelang tubuh saya tidak bisa tidur dan malam itu terasa berbeda karena tiba-tiba lagi tumit kanan saya terasa sangat berat seperti sedang menempel menekan tanah atau lantai padahal ada di kasur. Di jari jempol dan tengah kaki kanan pun rasanya seperti ada jarak seakan saya sedang pakai sandal jepit atau kaus kaki jempol. Sedangkan di kaki kiri saya tumit terasa tidak menapak di kasur padahal kaki nempel di kasur.
11 Jun - SELASA
Kaki semakin lemas untuk berdiri susah sekali. Apalagi pas di kamar mandi, butuh waktu lama untuk bisa berdiri. Saya sudah mencoba berpegangan pada pegangan di kamar mandi. Saya jatuh terduduk lagi di kursi roda, saya mencoba berdiri lagi, susah. Mungkin butuh waktu sepuluh menit agar bisa berdiri. Saya masih bisa makan lumayan banyak tapi mulut masih susah selebar sebelumnya.
Sorenya mba Tika, Bibi, Laras, dan Aiman datang berniat mau membawa Aisyah ke rumahnya mba Tika. Berhubung Aisyah sudah bersama Umik akhirnya tidak jadi. Melihat saya yang semakin lemas, mba Tika mencoba berkoordinasi dengan perawat meminta dokter yang menangani saya untuk segera dikonsulkan ke dokter syaraf. Bahkan menurut perawat, saya semakin lemas karena kalium memang turun sedikit. Menurut mereka saya harus banyak makan pisang dan minum degan hijau, padahal dari hari Minggu saya sudah makan pisang setiap harinya. Saat mb Tika akan pulang pamitan, untuk pertama kalinya seumur hidup yang saya ingat, tiba-tiba mba Tika mencium ubun-ubun saya. Saya kaget. Wah ada apa nih????
Setelah Maghrib, datanglah dokter syaraf. Saya diperiksa dan ditanya-tanya. Kedua tangan disuruh diangkat dan diluruskan ke depan sembari mata dipejamkan. Tangan dan kaki dipukul dengan alat bantu. Setelah dokter keluar ruangan, tiba-tiba suster datang hendak periksa rekam jantung dengan alat yang ditempel ke beberapa tempat di tubuh dan setelah itu di foto thorax sambil duduk di kursi roda.
Karena sebelum pulang mba Tika berpesan untuk segera memberi kabar sesudah dokternya datang dan tindakan apa saja yang dilakukan, saya pun memberi pesan lewat whatsapp sekaligus bertanya sakit apa saya? Dan jawaban mba Tika membuat saya terdiam, bingung. Mba Tika curiga kalau saya terkena autoimun, Guillane Bare Syndrom dan kemungkinan besar saya harus segera rujuk ke RS Sutomo, kalau bisa malam itu juga atau paling lambat besok pagi karena dikhawatirkan sebentar lagi yang akan ada sholat Ied semua kegiatan pengobatan di Sutomo akan libur panjang. Terlebih Sabtu Minggu juga libur.
Waktu pertama ngetik pesan WA tuh mata saya masih bisa baca dengan jelas, masih bisa ngetik dengan tepat. Tapi saat membaca saya sakit apa, tiba-tiba tulisan ngeblur lagi. Saya tidak bisa membaca lagi. Saat iru saya bingung, tidak tahu harus bagaimana. Dalam hati dari awal masuk RS saya berdoa agar bisa pulang dalam 3 hari saja dan dalam tiga hari mengetahui bahwa saya bukan hanya sakit tipes. Saya tidak tahu penyakit apa ini. Mau searching tapi mata sudah bisa melihat tulisan dengan baik. Malam itu mba Tika menelpon suami dan menjelaskan tentang penyakit saya, bagaimana tesnya, dan bagaimana pengobatannya. Dalam hati saya berdoa agar saya bisa dirujuk besok agar tes dan pengobatannya bisa segera dilakukan tanpa kehalang hari libur panjang.
Awalnya saya seperti orang galau, bingung, linglung. Namun saya berusaha pasrah pada Allah. Mencoba menenangkan diri. Malam itu juga, suami pulang ke rumah untuk menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke Sutomo bila sewaktu-waktu harus dirujuk, sudah ready.. Saya mencoba tidur namun malam itu saya merasa berbeda dari malam sebelum-sebelumnya yang terasa sepi. Malam itu sungguh ramai diluar kamar. Telepon berkali-kali berdering.
12 Jun - RABU
Dengan bantuan suami, kedua kaki dan kepala ditahan. Proses pengambilan dilakukan sebanyak tiga kali. Percobaan pertama dan kedua gagal. Meski sudah diberikan bius lokal ketika jarumnya mulai masuk rasanya itu sangat menyiksa, sakit sekali. Saya berteriak sambil beristighfar. Dan ketika akan melakukan percobaan pengambilan ketiga, Dokter berkata jika yang ketiga kalinya ini gagal maka prosesnya akan dihentikan dan dicoba lagi besok. Dalam hati saya berdoa agar proses ini berhasil dan menjadi terakhir kalinya. Selama proses saya membaca "Hasbunallah wa ni'mal wakil ni'malmaula wa ni'mannassir" dan "Ya Syafii".
Alhamdulillah berhasil. Saya lega. Do'a saya lagi dan lagi dikabulkan oleh Allah saat itu juga. Setelah bekas suntikan ditutup, saya masih belum boleh berbaring, posisi badan harus miring dulu selama satu jam. Saya dipindahkan keluar ruangan tindakan, di depan ruang UGD pertama saya tadi, dibawah tempat bertuliskan papan berwarna biru. Suami melanjutkan prosedur, saya menunggu, mulai kelelahan, dan badan lemas. Saya mencoba tidur sejenak tapi tidak bisa. Mungkin karena saya belum makan dengan cukup tadi pagi, membuat saya tidak bertenaga. Saya meminta makan pisang, eh ternyata pisang yang dibawa suami pisang yang belum matang. Pisang yang sudah matang ditinggal di RS sebelumnya. Hanya ada roti coklat yang sudah dimakan suami dan sereal. Karena saya belum bisa makan makanan yang keras saya menolak. Pesan moralnya adalah jangan tinggalkan makanan apapun jika akan berpindah ke suatu tempat.
Setelah satu jam lebih menunggu, akhirnya dipindahkan ke ruangan / kamar oleh transporter. Ketika sampai di ruangan rawat inap khusus saraf, perawat menjelaskan bahwa kamar kelas 1 saat itu sedang penuh, yang tersedia hanya kamar kelas 2 tapi yang tersisa saat kamarnya belum ber AC. Kemungkinan besok atau lusa ada yang pulang jadi bisa segera dipindahkan. Kamar kelas 2 itu terdiri dari empat kamar berbilik. Dua-dua hadap-hadapan (paham kan?) dan kamar mandi satu diujung. Perawatnya juga bilang bahwa kami harus sabar karena penyakit ini tuh butuh kesabaran. Saat itu, di dalam ruangan yang sama, ada 4 pasien termasuk saya yang sedang sakit GBS ini. Rata-rata usia mereka mirip-mirip dengan saya, bahkan ada yang lebih muda dari saya, usia 22 tahun. Bahkan mereka telah di rawat sudah sebulanan bahkan ada yang sempat masuk ICU. Dalam hati saya, "WHATTTT".... Saya pun berdoa lagi "ya Allah semoga saya di RS cuma dua minggu aja ya Allah, jangan sampe masuk ICU ya Allah," begitu terus.. Yang sabar aja di kelas 2 atau 1 karena kalau mau naik kelas ke Amerta, BPJS tidak akan menanggung semua pengobatan. Jika bertahan di kelas ini, BPJS akan menanggung semua pengobatannya.
Sejujurnya persiapan perpindahan ke RS ini cukup dadakan dan kemungkinan akan lama setelah mendengar penjelasan dari perawat, beberapa keperluan yang dibutuhkan itu dirasa kurang, terlebih saat ini berada di kamar yang hanya berkipas angin. Kebetulan rumah Umik dan Bude Nunung berdekatan. Cuma kalau mau nitip barang-barang ke Umik saya terlalu merepotkan, akhirnya saya chat mb Nina untuk meminjam beberapa keperluan, seperti kipas (takut kesumukan), beberapa baju kancing depan, rok atau sarung, pisau, dan sebagainya.
Jujur, setelah saya memilih memakai dress selalu setiap berpergian, kemeja-kemeja lama saya sudah saya hibahkan kepada ponakan. Kalau dirumah saya juga lebih suka pakai kaos yang tinggal blusuk masuk kepala aja, ada piyama, tapi hanya satu. Kemeja pun ada dua yang sudah saya jahit sendiri tapi yang satu warna putih, otomatis nerawang dong. Apalagi kondisi saya ini sudah tidak bisa duduk, angkat kepala pun tidak bisa. Walau tangan masih bisa bergerak, tapi untuk bergerak sepenuhnya itu sebenarnya sulit. Sebelum pindah ke RS ini saya sudah sempat ganti baju berkancing dan itu sulit, jadi saya tahu rasanya tidak mudah berganti pakaian. Terlebih satu kemeja saya belum dicuci di rumah, meski sudah menitipkan mencuci beberapa baju ke ARTnya mbak Tika yang kebetulan rumahnya juga berdekatan dengan saya. Tapi tetap tidak akan cukup.
Saat itu mata masih ngeblur jadi saya ngetik itu typo terus. Untung mb Nina ngerti. hahaha
Dari sampainya saya ke kamar rawat inap sampai tengah malam, silih berganti dokter datang menanyakan kondisi, gejala, dan sebagainya. Dokternya pun ketika saya tanyakan tentang apakah hasilnya lab sudah keluar, tidak memberikan jawaban pasti hanya bilang dokter utama saja yang berhak memberikan hasil. Tapi dari segala pembicaraan saya bisa menangkap bahwa memang sakitnya mengarah ke GBS. Karena selama sakit ini saya hanya bisa rebahan, dokter menyarankan pada suami untuk membantu saya miring kanan kiri setiap dua jam sekali.
Malamnya, mba Nina dan mba Nadia datang membawakan titipan saya. Disini saya mulai menyadari bahwa saya mulai kesulitan untuk membuka mulut, terlebih saat bicara. Katika ada mba Nina, suami memindahkan parkiran mobil dan mengirimkan pakaian kotor ke Umik melalui Go-send.
Dokter Indah namanya, menjelaskan bahwa pengobatan untuk penyakit ini ada dua, yaitu Plasma Faresis dan IVIG. Biasanya untuk melakukan di salah satu pengobatan harus mendapatkan persetujuan dari Direkturnya dan dokternya sudah mengajukan tinggal menunggu ACC.
13 JUN - KAMIS
Pada tengah malam lagi dan lagi saya tidak tidur, mencoba berbagai posisi tidur dengan bantuan suami, masih tidak bisa. Akhirnya saya memutuskan makan pisang sendiri. Saya kerok sendiri. Saya makan dikit berhenti, lanjut makan lagi, dan ternyata saya sempat tertidur seusai makan. Tapi kembali lagi saya terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Setelah subuh baru saya bisa tidur.
Dipagi hari, tiba-tiba datanglah dokter Ugra yang menjadi dokter penanggung jawab saya, beserta beberapa dokter PPDS lainnya. Dokter sudah memastikan bahwa saya memang sakit GBS. Penyebab pastinya masih tidak pasti, karena bisa dipengaruhi beberapa faktor. Ada yang karena disebabkan virus atau infeksi atau bakteri, bisa juga karena makanan, bisa juga karena hormon apalagi perempuan yang sudah melahirkan biasanya hormon akan banyak ya ng berubah. Penyebab dan gejala di setiap orang bisa berbeda. Bahkan batuk pilek dan diare itu juga bisa menjadi salah satu pertanda utama terserang penyakit ini. Dan saya mengalami keduanya di beberapa minggu kemaren. Terlebih saya termasuk gampang diare.
Untuk pengobatan yang bisa diberikan ada dua, yaitu Plasma Faresis dan IVIG. Pengobatan yang akan kemungkinan besar diberikan adalah Plasma Faresis, pengobatannya hampir sama dengan cuci darah. Saat pengobatan darah-darah akan di bersihkan, dikembalikan ke darah yang baru. Untuk prosesnya dilakukan sebanyak 8x tapi dalam seminggu hanya bisa dilakukan sebanyak 2x. Bayangkan berapa lama saya akan di rumah sakit. Pengajuan pengobatan telah disetujui. Jadi hari ini akan mulai dipasang alat vena di sekitar leher, nama pastinya saya lupa. Dan kemungkinan besok akan dijadwalkan memulai pengobatan pertama.
Sebelumnya mba Nina sudah datang ke rumah sakit membawakan beberapa titipan saya lainnya. Sekitar jam 10, saya dibawa ke ruang tindakan UGD. Lagi dan lagi saya harus pindah kasur. Di tengah-tengah perjalanan ke UGD, ternyata mas Andri datang dan bertemu di depan ruang tindakan UGD. Beruntung ada mba Nina yang membantu saya selama suami mengurus administrasi seperti membukakan baju di bagian bahu kanan, memijat kaki, dam menemani saya sebentar di dalam ruang tindakan. Saat itu ada tiga pasien termasuk, satu pasien sedang operasi, satu lagi sedang menunggu operasi seperti saya.
Rasanya sungguh deg-deg an sekali melakukan operasi ini, sama sekali tidak terpikirkan oleh saya yang akan melakukan operasi apapun. Tindakan pun dimulai, selama proses berlangsung saya tidak boleh ditemani. Karena pemasangan di sebelah kanan, jadi harus menoleh ke kiri sepanjang tindakan. Saya dibius lokal sehingga masih sadar. Ada tiga, dua laki dan satu perempuan. Suami sebenarnya deg-deg an juga karena dokternya ada laki-laki yang melakukan tindakan. Suami mengkhawatirkan aurat saya yang jadi terlihat, namun mau bagaimana lagi. Saya bisa mendengarkan semua percakapan para dokter dan masih bisa merasakan sakitnya alat yang sedang dipasang. Sebelumnya leher saya di USG. Bahkan saya bisa merasakan darah mengalir di leher kanan. Dokter pun mengatakan jika darah yang keluar sudah cukup terlalu banyak dari semestinya. Alhamdulillah proses berjalan lancar dan selesai. Tidak hanya sampai disitu, saya harus foto thorax dulu sambil rebahan di kasur. Setelahnya menunggu diluar ruangan foto untuk menunggu diantarkan ke kamar oleh transporter. Selesai tindakan saya merasa sangat mengantuk sekali dan sempat videocall dengan mba Astri sembari menunggu petugas.
Tidak hanya sampai disitu, saya pun teringat Papa yang tidak kuat berjalan. Pernah suatu hari di rumah, hanya ada saya dan Papa. Ibu sedang bertugas luar kota. Pagi itu, Papa jatuh terpleset di depan kamar mandi karena lantainya basah terkena ompolan Papa. Setelah membersihkan Papa dan lantai, saya mencoba membantu Papa berdiri dan tidak berhasil. Kenapa tidak langsung bantu beridiri dulu baru dibersihkan? Jika membantu berdiri dulu dengan kondisi lantai yang masih basah, justru akan makin sulit karena licin. Papa mencoba berdiri sendiri dengan pegangan kursi, masih gagal. Mungkin sudah setengah jam, pada akhirnya saya menelpon mas Iksan untuk datang ke rumah membantu menganggkat Papa. Dan saya merasakan rasanya menjadi Papa yang susah sekali untuk bangun berdiri dan berjalan sendiri. Jadi begini rasanya saat Papa jatuh dan susah berdiri lagi?
Ohya, hari itu saya pindah kamar kelas dua yang ber AC. Saat itu saya pindah ke kamar pojok bersebalahan dengan kamar mandi. Ternyata di di dalam kamar kelas 2 kamar 2 ini terdiri dari 3 pasien GBS termasuk saya. Saat itu seharusnya kasur berada di sebelah pembatas antar pasien, tapi saya meminta pindah ke sebelah tembok karena saya sadar tidak bisa merubah posisi sendiri, jika sudah bisa kasurnya sering menabrak pembatas dan itu pasti akan mengganggu pasien lainnya.
14 Jun - JUMAT
Ini adalah hari ketiga saya mengetahui menderita GBS. Setelah pemasangan alat di leher. Seperti biasa, malam harinya dari tengah malam sampai subuh saya tidak bisa tidur. Berbagai doa sudah saya baca. Saya sudah mencoba berbagai posisi dan gagal. Tiba-tiba saya bisa tidur selama satu jam dan tiba-tiba saya terbangun dengan gemetaran. Saya mencoba membangukan suami untuk merubah posisi saya. Tapi masih tidak nyaman, saya tidak bisa tidur. Kemudian saya terbangun dengan gemetar. Saya membangunkan suami lagi untuk membantu merubah posisi tapi saya masih tetap tidak bisa lanjut tidur. Saya benar-benar tidak tahu mengapa. Apa karena lampunya menyala? Di kamar sebelumnya lampu utama tengahnya pada malam hari bisa dimatikan. Saya menangis. Karena saya merasa tidak bisa mengerti saya yang sedang kesakitan, lelah berbaring, lelah tidak bisang melakukan aktifitas lain, lelah tidak bisa banyak bergerak, lelah hanya rebahan, sampai saya menangis sejadi-jadinya, Tapi suami tidur lagi, seperti tidak memedulikan saya. Saya merasa sendirian, tidak di dukung, tidak dipeluk, tidak ditenangkan. Saya mengerti pasti menjadi suami juga melelahkan, ngantuk, dan mengorbankan, waktu bahkan pikirannya bergejolak antara saya, anak, dan pekerjaan. Tapi saat itu saya tidak bisa berpikir jernih. Badan masih bergemetar. Saya juga tidak ingin membuatnya repot, tidak mau menyusahkannya, bahkan sekedar membangunkannya lagi juga susah. Padahal saya tidak bisa menoleh ke arahnya, saya panggil-panggil masih tidak bangun. Mau saya panggil lebih keras saya takut menganggung pasien lainnya. Saya masih tidak bisa tidur. Saya harus bagaimana?
Namun sayang, jam 5 pagi, tiba-tiba perawat datang dan menanyakan kapan terakhir kali BAB. Saat itu saya tersadar bahwa saya belum BAB lagi semenjak masuk rumah sakit. Perawat memberikan obat pencahar MMA biar bisa segera BAB lewat belakang (tahukan maksudnya lewat mana? seperti dulcolax). Obat ini konon paling sulit di dapatkan saat zaman Covid. Setelah pemberian obat dan saya memakai popok lagi, tidak perlu lama, saya langsung keluar berlanjut mules-mules seharian. Karena popok yang dibawa popok celana, suami berpamitan mau ambil popok perekat di mobil sekaligus membeli sarapan.
Kemudian, pagi itu suami mengobrol dengan penunggu pasien depan, penderita GBS juga. Mereka juga akan di terapi hari ini. Namun ternyata kami dikabari kalau alat plasmanya rusak jadi belum bisa terapi. Semua yang berniat terapi hari itu gagal. BAB masih berlanjut sampai siang. Sempat terhenti. Menjelang Dhuhur, mules lagi.
Sekitar jam 2, saya dikabari akan menjalankan pemeriksaan EMG, rontgen otot. Tapi belum tahu jam berapa karena saya hanya selipan. Ya tidak apalah. Saya masih mules-mules juga. Menjelang Ashar datanglah dokter Indah, dokter pengganti dr. Ugra, memberi kabar tentang plasma rusak sehingga saya mendapatkan pengobatan dengan terapi satunya, yaitu IVIG. Kami tidak dijelaskan tentang terapi ini. Yang pasti terapi akan dimulai hari ini juga. Secara mendadak perawat pria datang mengatakan kamar kelas 1 sudah ada yang kosong. Kelas 1 kamar 4 bed 4A. Kebetulan sore ada mb Nina, jadi membantu kami memindahkan barang-barang. Dalam satu kamar terdiri dua pasien, jadi kamarnya berhadap-hadapan dibatasi pintu. Ketika saya masuk pasien sebelah sedang melakukan MRI dan ternyata mereka akan pulang hari itu juga. Malamnya datanglah pasien lain untuk mengisi kekosongan kamar.
Menjelang Maghrib terapi dimulai. Mules pun masih berlanjut. Dari keterangan perawat, untuk terapi yang akan saya terima, dilakukan hanya melalui infus. Terdapat 6 botol kecil yang harus dihabiskan dalam sehari dan pengobatan harus dilakukan sampai 5 hari ke depan. Untuk dosis dan lamanya waktu itu tergantung dari berat badan si pasien. IVIG (Intravenous Immunoglobulin) merupakan terapi untuk menambah antibodi dan mencegah infeksi
Terapi IVIG hari pertama selesai. Iya botolnya sekecil ini. BAB pun belum selesai. Sedihnya ternyata ada ambien dari pertama keluar BAB dong.
Malam itu ada om Nono, te Eri, Yoga, dan Fitra datang menjenguk, beserta mb Nina yang sedari siang sudah berada di rumah sakit. Saat ada tamu, saya sedang BAB dan mules-mules. Setelah mereka pulang, baru dibersihkan. Setelahnya, Mba Tika dan keluarganya juga datang sambil membawa berbagai titpan baju kami. Suami memilah-milah barang apa saja yang dibutuhkan selama di rumah sakit. Sisanya biar dibawa pulang mba Tika.
15 Jun - SABTU
Dini hari jam 1 dan 3 pagi masih BAB dong, asli capek banget BAB sudah 7 kali dalam seharian penuh, capek pas dibersihin, miring kanan kiri, kaki diteku-tekuk, aduh kayak kudu lentur banget nih badan. Padahal setiap pergerakan itu capeknya udah kayak lari marathon.
Setelah melewati sehari lebih pemberian MMA, sekitar jam 2 siang saya masih BAB yang ke-12. Tekstur lebih padat dari sebelum-sebelumnya. Dan pas lagi bebersih BAB, Bude Nunung, Ayah, dan mba Nina datang. Jadi harus menunggu diluar kamar sementara sembari saya memberisihkan diri. Karena saat itu sangat lah bau, akhirnya disemprot parfum sebagai penetralisir.
Jam 3 sore, IVIG mulai masuk.
Setelah IVIG pertama, yang saya rasakan semalam perbedannya adalah kalau kedinginan sebelumnya itu cuma dibagian tangan sama kaki, sisanya panas, sumuk. Tapi semalam seluruh badan sudah mulai merasa kedinginan mungkin juga karena malam itu sedang hujan. Dingiiiiin banget. Apalagi di deretan kamar di ruangan itu, AC nya masih baru semua. Bener-bener baru dipasang minggu itu.
Tidak lama setelah pemberian obat, Nana Fahmi datang membawa berbagai titipan-titipan lainnya yang sebenarnya titipan saya ke mba Nina namun tidak terbawa. Akhirnya dioper ke Nana karena memang awalnya sudah janjian jenguk bareng-bareng. Entah efek obat atau karena memang saya belum tidur dikarenakan daritadi masih mules-mules, saya menjadi mengantuk sekali. Sudah dipaksakan tidur, masih tidak bisa. Bahkan setelah semua pulang, berusaha tidur lagi juga masih nihil hasilnya. Kemudian datang te Wati dan mba Ami menjenguk. Kemudian, hari terasa sepi setelah yang menjenguk pulang semua. Saat itu saya masih belum bisa melihat tulisan di handphone dengan baik. Whatsapp tidak ada yang terbaca full, selalu setengah-setengah karena penglihatan menjadi buram. Hanya foto saja yang masih terlihat sedikit jelas.
16 Jun - MINGGU
Hari Minggu biasa digunakan untuk pergi ke rumah Umik ataupun jalan-jalan ke taman atau masjid Agung. Kalau sebelum bulan puasa, hari Minggu pagi saya pilih untuk menyekolahkan Aisyah di sekolah based montesori tapi masih berbalut dengan agama yang kental. Saat bulan puasa, sekolah saya stop. Saya pikir habis sudah mau masuk ajaran baru, alangkah baiknya saya daftarkan sekolah KB saja. Namun ternyata hingga sehari sebelum saya masuk rumah sakit, saya masih belum mendaftarkannya. Dibilang sudah ada pilihannya, ya ada dua pilihan. Satu di dekat rumah, satu lagi di tempat Umi mengajar. Hanya saja, saya masih belum 100% sreg dengan sekolah yang dekat rumah karena sudah terlalu cinta dengan sekolah sebelumnya. Ustadzahnya memakai kerudung panjang dan lebar, yang paling saya suka adalah bacaan mengajinya itu sudah bagus dan benar. Cuma masuknya hanya seminggu sekali. Ada program TK nya, tapi itu jauh dan mahal sekali dibanding dengan TK tempat Umi mengajar.
Jika saya memilih di tempat Umi mengajar, itu sangat jauh sekali dari rumah. Lokasinya di Keputih dan rumah saya di Ketintang. Tapi konsep pengajaran, cara berpakaian ustadzah dan bacaan mengajinya sudah sesuai seperti harapan saya. Pada akhirnya tidak mendaftarkannya dimana-mana karena kegalauan saya sendiri. Urusan pilih sekolah tuh tidak mau asal pilih. Apalagi di usia anak sekarang justru memilih sekolah dengan kualitas dan lingkungan yang baik itu lebih sangat berpengaruh. Sekolah PAUD, KB, TK, SD yang bagus sesuai dengan anak itu pondasi utama anak agar ke depannya saat anak sudah tumbuh, anak bisa menentukan baik buruknya sesuatu dengan sendirinya, terlebih jika anak sudah ditanamkan agama dengan baik.
Ternyata dibalik kegalauan saya, ada hikmahnya. Saya jatuh sakit dan entah berapa lama proses pemulihannya, jadi saya tidak kepikiran sekolah anak, bagaimana mengantarnya, bagaim ana makanannya, dan sebagainya tentang keperluan sekolah. Terlebih kalau sudah bayar, pasti kepikiran banget. Uang tidak bisa kembali eh ternyata anak masih belum bisa masuk sekolah. Meski mulai masuk sekolah masih bulan depan tapi itu bisa jadi beban ketika sakit.
17 Jun - SENIN
Pertama kalinya bagi saya dan suami tidak bisa mengikuti sholat Idul Adha di lapangan. Mungkin saya pernah tidak ikut sholat Ied karena sedang berhalangan. Ini beda rasanya. Saat orang-orang di pagi hari pergi berkumpul ke lapangan, saya hanya bisa terbaring di atas kasur. Karena saya juga masih belum bisa bergerak banyak dan BAB hanya bisa di popok, saya tidak mau ditinggalkan suami. Beruntungnya dari dalam kamar, suara imam masih terdengar jelas. Otomatis suami ikut sholat Ied dari dalam kamar. Ini hanya karena darurat yagesya, suami sholat Ied dari dalam kamar. Dan suami juga sudah bertanya dengan ahli agama kok sebelumnya.
Saya sendiri sebenarnya tidak ikut sholat karena saya ketiduran. Seperti biasa di tengah malam sampai subuh berjuang buat bisa tidur. Setiap jam kebangun, kaki capek butuh berubah posisi miring kanan kiri atau rebahan. Sedih sebenarnya ketinggalan, saya terbangun ketika sholat sudah selesai. Hari itu saya merasa sepi. Lebih tepatnya tidak ada yang berkunjung karena sudah pasti sedang sibuk dengan keseruan masing-masing.
Habis ashar terapi IVIG masuk hari keempat.
Dari ketiga terapi yang sudah saya jalani, saya mulai ada sedikit kemajuan. Kaki sudah bisa di geser kanan kiri, juga ditekuk ke dalam dan luar seakan menendang bola. Mulut pun mulai bisa dibuka lebih lebar. Karena sudah bisa mangap, saya akhirnya bisa mengunyah makanan sedikit-seditkit. Walau sebenarnya kalau membuka mulut lebar-lebar dikit, membuat rahang kanan kiri saya terasa sakit. Tapi ini kemajuan. Harus tetap disyukuri.
18 Jun - SELASA
Hari ini adalah hari terakhir pelaksanaan terapi IVIG. Saya merasakan jika batuk sudah lebih ada tenaganya ketimbang kemaren-kemaren. Kalau sebelumnya saya sangat kesulitan dalam mengeluarkan dahak, saya akan memakai nebu untuk membantu mengeluarkan dahak-dahak dengan batuk yang tidak terlalu effort. Tapi sebenarnya setelah nebu, setelah dahak keluar beberapa kali atau satu jam rasa dahaknya tuh masih kesangkut di tenggorokan gitu lho. Saya juga sering meminum air hangat agar dahak bisa mencair dan keluar sendiri. Sampai-sampai saya membawa pemanas air elektrik dari rumah. Terlebih kalau saya batuk-batuk badan rasanya langsung capek banget kayak habis lari marathon atau olahraga berat dan dada berasa ngos-ngos an banget kayak orang sedang sesak nafas. Jadi terkadang saya harus memakai alat bantu oksigen agar saya bisa bernafas dengan baik. Setiap hari harus minum obat batuk berbentuk kapsul. Untuk menelan makanan saja sulit apalagi harus menelan kapsul. Jadi saat harus minum obat, dada saya harus terasa tidak boleh capek. dan posisi setengah duduk karena kalau minum obat kan harus didampingi air, sedangkan saya hanya bisa meminum sesendok aja.
Pernah suatu ketika malam ke berapa saya lupa, sekitar jam 10, dari setengah jam sebelumnya saya sudah memposisikan saya setengah duduk. Saat perpindahan posisi begini saja sudah membuat dada saya berdetak cepat seperti orang kecapekan. Setelah menunggu selama itu, akhirnya saya sudah merasa tenang dan mencoba minum obat. Di dalam mulut obat sudah saya posisikan di dekat tenggorokan agar langsung tertelan. Ketika air masuk, obat masuk tapi ternyata obatnya nyangkut di tenggorokan. Otomatis saya batuk-batuk lagi. Dan obat berakhir keluar. Pernah saya coba kapsulnya dibuka, serbuk-serbuk obat dicampur air atau sari kurma. Rasa pahit obatnya mengalahkan segalanya. Obatnya tetap tidak bisa masuk, akhirnya memutuskan pakai kapsul seterusnya. Dan di hari ini saya sudah bisa menelan obat dengan baik.
Semenjak dokter manganjurkan minum air dengan sendok, kemampuan menyedot sedotan saya jadi menurun. Namun di hari ini saya sudah bisa kembali menyedot air dengan sedotan. Alhamdulillah, kenikmatan-kenikmatan sederhana macam begini saja patut disyukuri apalagi kenikmatan bisa bernafas setiap hari.
IVIG hari terakhiiiiirrrr!!!
Tantangan untuk terapi tinggal sedikit lagi. Eh tapi ternyata di siang hari, tangaku sudah dikuat dengan infus, sudah kesakitan sekali dan bengkak. Akhirnya dipindah ke dekat kelingking tangan kanan. Ini adalah pemindahan infus yang keenam dari hari pertama IVIG. Setelah sebelumnya dicoba di tangan kiri namun ternyata gagal. Sempat kepikiran mau dicoba di kaki tapi eman karena ini terapi hari terakhir. Menurut perawat pembuluh darah saya kecil jadi untuk penerimaan terapi yang berat seperti IVIG ini wajar jika tangan tidak kuat di infus terlalu lama karena masuk obatnya lebih effort dan lama. Saya berdoa agar pemasangan infus ini yang terakhir sampai saya pulang, sampai obat terapinya berakhir.
19 Jun - RABU
Setelah semua terapi telah dilaksanakan, perkembangan yang saya alami adalah wajah sebelah kiri mulai terasa, bibi kiri bisa diangkat sedikit, alis kiri juga ikutan bisa naik sedikit. Kemampuan mengunyah ada peningkatan dibanding sebelumnya, pinggul sudah bisa bergeser sedikit, lutut kanan kiri bisa ditarik ke dalam, kadang kaki bisa ditekuk tarik ke samping, tapi belum bisa duduk dan kaki diangkat ke atas masih belum bisa. Kondisi ini terkadang melemah lagi. Yang masih sangat saya rasakan, telapak kaki dekat jari-jari masih terasa kesemutan sekali. Kalau suami memijat di bagian tersebut, seperti tangan-tangan suami ini tidak menempel, hanya terasa seperti adanya sedikit tekanan saja disana. Telapak tangan juga terasa kesemutan lagi tapi tipis.
20 Jun - KAMIS
Untuk mengetahui hasil dari terapi, memang tidak bisa langsung pulang. Ditunggu apakah ada efek sampingnya. Menurut perawat, ada yang muntah, diare setelah terapi. Di saya tidak tahu ya ada efeknya atau tidak. Atau mungkin pergantian posisi infus yang intens ini juga termasuk efek sampingnya?
Pagi itu saya diambil darah tepat di pembuluh nadi tangan kiri. Juga tes urine, diambil dari kateter yang masih terpasang. Alhamdulillah malam mendapatkan informasi bahwa hasil lab bagus semua. InsyaAllah Sabtu sudah boleh pulang.
Siangnya kedatangan Fisioterapi, saya diajarkan untuk melatih kaki-kaki saya agar kuat ototnya dan berlatih duduk dengan memposisikan kasur 90 derajat. Diharapkan agar saat pulang saya sudah bisa duduk jadi saat di mobil tidak bingung. Malamnya datang dokter bedah untuk melihat ambeien saya, karena ambeiennya berada diujung, maka ditekan dimasukkan ke dalam. Itu rasanya sungguh menyakitkan. Dokter menyarankan harus dioperasi tapi tidak bisa minggu ini karena sudah full. Kalau memang setuju, maka akan segera dijadwalkan minggu depan namun jadwal pulang pun harus mundur. Mendengar kata "jadwal pulang harus mundur", akhirnya kami mengurunkan niat untuk segera operasi. Menurut dokter tidak mengapa jika tidak segera ditindak lanjuti, hanya saja ketika dirasa sudah mulai mengganggu bisa minta dikonsultasikan atau minta tindakan pada dokter syaraf untuk dibuatkan jadwal baru.
21 Jun - Jumat
Saat bangun tidur siang tiba-tiba tangan yang diinfus kesakitan. Saya minta dilepas saja dan benar saja, tangan bekas infus sangat bengkak. Disarankan untuk mengompres dengan air dingin agar sakitnya berkurang. Meski kamar sangat dingin tapi air kerannya tidak sedingin itu. Jadi tidak bisa mengatasi rasa sakit yang ada di tangan ini. Ketika suami sedang membersihkan BAB saya, tiba-tiba kateter lepas. Karena suami tidak bisa memasangkannya kembali, lapor ke perawat. Eh ternyata perawat menyarankan untuk sekalian saja dilepas untuk belajar pipis di popok. Nanti kalau tidak bisa, dipasang lagi. Biar saat pulang nanti tidak perlu pakai kateter. Sekitar jam 9an saya sudah mulai merasa sangat kebelet pipis. Selama dua jam saya berusaha mengeluarkan tapi tidak bisa. Sudah dicoba dengan dikompres air dingin, tetap bisa. Yang sebenarnya adalah kompresnya menurutku tidak dingin karena air keran kamar mandi rasanya hanya seperti air biasa.
Pagi itu perawat memberitahukan bahwa hari ini saya sudah boleh pulang tapi karena kami belum siap, belum mempersiapkan rumah, jadi kami meminta pulang besok saja seperti yang dikatakan dokter kemarin. Siang itu pasien sebelah sudah diperbolehkan pulang. Sorenya, bude Nunung dan mb Nina datang, (bude duluan yang datang karena dikira mb Nina masih lama datangnya). Suami menitipkan saya dan izin pulang untuk membersihkan rumah dan menata kamar karena sebenarnya kasur yang ada diletakkan di lantai ada dua berjejer. Jadi kasurnya mau ditumpuk agar saat pulang saya bisa dengan mudahnya duduk di kasur.Dan ternyata saat itu Umik dan Aisyah juga pergi ke rumah untuk membantu suami saya.
Menjelang Isya tiba-tiba datang dokter bedah lagi. Berbeda dari semalam, dokter ini akan mencabut atau mengambil alat vena di leher saya. Tindakan dilakukan di kamar saat itu juga. Ternyata selama proses pengambilan saya tidak anestesi, sehingga saat alatnya dilepas dan diobati sungguh sangat terasa sakit sekali. Leher ditekan sekuat tenaga oleh dokter sampai saya menangis karena menahan sakitnya. Mana saat itu hanya ada mb Nina yang juga takut melihat tindakan-tindakan seperti ini. Jadi mb Nina bersembunyi di bawah pembatas kasur kaki. Hanya tangannya terasa mengelus-elus kaki saya agar sedikit tenang. Mungkin prosesnya sekitar lima belas menit sampai setengah jam. Selesai tindakan, saya bolak balik batuk-batuk efek dari leher yang tadi ditekan. Hari itu saya sudah sangat jarang batuk dan tidak terasa seperti ada dahak yang menyangkut, efek setelahnya saya jadi berasa ada lagi dahak-dahak yang ingin keluar. Akhirnya saya memakai alat nebu lagi.
Malam itu ada pasien baru, sepertinya pasien anak-anak. Lalu mereka memakan nasi goreng yang mereka beli. Aroma nasi gorengnya sungguh menggoda sekali. Setelah selesai suami datang dan mencium aroma sedap masakan, beliau menawarkan mau nasi goreng gak? Ya tentu saja saya mau dong. Suami pun membelinya. Saat tiba, saya makan dua tiga suap ternyata dilidah saya rasanya cukup pedas dan masih terasa seperti ada pembatas diantara lidah, gigi dan langit-langit mulut. Pada saat itu saya baru tersadarkan apakah ini juga tanda kesemutan yang sama seperti tangan dan bibir saya. Di hari terakhir saya baru terpikirkan itu semua. Betapa bodohnya tidak menyampaikan keluhan seperti itu kepada dokter.
22 Jun- SABTU
Dari semalam susah tidur karena sepertinya ambeien kegencet, sakit. Belum menemukan posisi yang pas biar ambeien tidak sakit. Alhamdulillahnya jam 3 subuh saya bisa menaikkan badan sendiri di kasur. Minusnya karena gesekan pergerakan badan membuat popok yang saya kenakan bentukannya sudah tidak jelas. Bergeser-geser.
Hari-hari yang saya tunggu akhirnya tiba. Dari pagi suster sudah mengkonfirmasikan bahwa saya sudah boleh pulang hari ini. Jam 9an kateter dilepas lagi untuk belajar pipis di popok agar dirumah sudah tidak repot pakai kateter. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya sudah terasa seakan akan ingin pipis namun sayang tidak keluar-keluar. Perawat menyarankan untuk di kompres dingin dan hangat. Kalau kompres hangat bisa didapatkan dengan memanaskan air di termos listrik. Sedangkan air dingin masih menggunakan air kran kamar mandi. Menurut saya tidak berpengaruh sama sekali kompresan ini.
Sembari menunggu saya, suami merapikan dan memasukkan barang-barang yang bisa disimpan di mobil agar tidak keteteran saat jam pulang. Kemudian kembali dengan membawa teh Tongji dingin. Saya minumlah. Setelah es batunya mencair saya baru kepikiran kenapa tidak kompres dengan es batu. Saya pun meminta suami membelinya lagi dengan es batu terpisah. Berhubung ternyata es nya tidak bisa dipisah, mau tidak mau, es batu di dalam teh diambil dan dimasukkan ke dalam washlap. Langsung seketika saya eksekusi kompres di area kandung kemih sambil minum teh dingin lagi selagi ikhtiar biar bisa pipis. Tidak lama kemudian alhamdulillah pipisnya keluar banyaaak. Karena sebelumnya menggunakan kateter, saya tidak terasa kapan saja urine nya keluar, jadi ketika dilepas saya harus mulai dari 0 lagi. Rasanya seperti anak kecil yang sedang belajar ke toilet. Hal sepele seperti bisa pipis itu nikmatnya sungguh luar biasa lho.
Menjelang Ashar, karena saya sudah bisa pipis di popok, akhirnya saya pulang. Saya masih belum bisa duduk, dari kamar menuju mobil, saya berada di atas kasur rebahan, di dorong dengan tranporternya. Mobil sudah siap di pintu parkiran ke dalam RS, proses memasukkan saya ke mobil ini terbilang unik dan lucu. Saya tidak perlu posisi duduk, berdiri, maupun jalan. Dalam posisi rebahan, saya diangkat dan digeser menggunakan alas kasur RS dari atas kepala dimasukkan ke dalam mobil yang di dalamnya sudah ada suami yang akan menerima saya dari luar. Selama perjalanan, posisi saya setengah rebahan dan kaki berasa tidak enak, sakit, tidak nyaman. Terkadang saya tekuk keatas dan lurus ke depan. Begitu terus sampai tiba di rumah. Untuk sementara kami tidur di rumahnya mba Tika dahulu karena jika terjadi apa-apa penanganannya bisa cepat teratasi karena ada dokter di rumah. Namun pada kenyatannya, ketika kami sampai jam 4an, sebelum maghrib mba Tika sekeluarga malah pamitan menyusul anaknya yang sedang outbound keluar kota. Jadi saat itu dirumah hanya ada saya, suami, bibi dan pakde. Bibi dan pakde ini yang bekerja disana ya.
Saat itu saya kira setiap prosesnya akan memakan waktu yang cukup lama ternyata kebalikannya. Setiap prosesnya terjadi sangat cepat sekali, sat set wat wet gitu. Dan penyakit ini juga saya dapat melihat betapa keajaiban pertolongan-pertolongan sederhana dari Allah. Doa sederhana bukan doa yang bersungguh-sungguh setelah sholat, hanya doa gumaman di dalam hati saja sudah Allah kabulkan. Bagaimana jika saya berdoa dengan bersungguh-sungguh disetiap waktu pasti akan diberikan jawaban dari setiap doa dan tangisan. Doa yang hanya saya batinkan saat di RS meminta untuk dirawat hanya dua minggu saja, Allah kabulkan. Doa saat agar saya segera di rujuk sebelum idul Adha, Allah kabulkan. Doa saat proses lumbal pungsi dengan pengambilan sample terakhir sudah bisa dipakai, Allah kabulkan. Doa agar saya bisa segera ketahuan sakit apa saat di UGD Sutomo, Allah kabulkan. Doa agar bisa segera diterapi, Allah juga kabulkan. Bahkan saat di hari pertama terapi, saya bergumam dalam hati berdoa agar efek pertama dari terapi adalah saya sudah tidak kedinginan tidak hanya di bagian tangan dan kaki tapi seluruh badan, Allah pun kabulkan.
Anehnya, saya yang biasaya overthinking, pemikir, saat sakit ini tuh saya jadi lebih tenang, kalem, pasrah. Setiap penjenguk saya di RS kala itu semua bilang jika saya terlihat santai dan tidak stress. Saya benar-benar mengikuti alur yang Allah jalankan untuk saya. Walau setiap ada sesuatu yang baru pasti saya ngebatin berdoa. Wajar dong, hanya kepada Allah kita bisa meminta pertolongan.
Pulangnya saya ke rumah ini bukan akhir dari sakit saya ini. Justru ini juga sebagai awal dari perjuangan selanjutnya. Harus berjuang lagi dari nol. Ibaratnya saya seperti anak bayi yang belajar duduk, makan, berdiri, berjalan, dan sebagainya. Dari penyakit ini memberikan saya hikmah tentang hal sepele apapun seperti bisa buka mulut lebar, makan nasi, menggerakkan badan dan kaki, bisa batuk dengan ada tenaga, bisa berbicara dengan lancar, dan bisa BAB dan pipis di popok adalah nikmat yang patut disyukuri. Alhamdulillah.. Sesungguhnya saya sudah rindu bertemu anak dan bisa jahit-jahit lagi bikin baju-baju gemes untuk saya dan anak. Doakan saya agar bisa segera sembuh total, bisa beraktifitas normal kembali seperti sedia kala. Aamiin ya Allah...
Ohya teruntuk kalian yang saat ini juga sedang terkena penyakit autoimun terutama GBS, SEMANGAT! Jangan menyerah. Pasrahkan semua pada Allah. Nurut sama dokter. Dan kalau saya bilang, pakai BPJS aja ya. Nurut dikelas berapapun yang didapat karena jika ternyata kalian menerima terapi IVIG , dalam sekali terapi di satu botol harganya saja sudah hampir lima jutaan. Kalau seperti saya sehari 6 botol dan selama lima hari, total terapinya saja sudah seharga mobil. Dan yang terpenting selama tidak menyerang pernafasan atau paru-paru dan segera terdeteksi dan tertangani, kalian kemungkinan akan lebih cepat sembuh, sangat tinggi hasil baik yang akan didapat. Ingat penyakit ini gejala awalnya juga sepele lho, hanya dari batuk pilek atau diare saja. Jadi hati-hati ya. Jaga kesehatan!
Teruntuk kalian yang sedang sakit atau tertimpa musibah apapun, jangan menyerah. Jangan dibawa pikiran yang membuat kalian stress. Yakin dan percaya sama Allah. Allah yang memberikan musibah itu, yakin pula Allah akan membantu menyelesaikannya juga. Cukup pasrah, legowo kalau orang Jawa bilang, dan tidak lupa berdoa memohon kepada Allah. Semangat! Kita pasti bisa!
Untuk perkembangan selanjutnya akan saya share lagi di next postingan ya.
Salam hangat,
Annisa Nurlaili