DEG DEG AN. Hanya itu saja perasaan yang saya alami hari itu. Setelah sehari sebelumnya masih menerima tamu sampai jam 11 malam. Lalu saya tidur. Karena perasaan satu ini saja membuat saya terbangun jam 2 pagi dengan mata segar. Padahal biasanya saya terbangun ketika subuh dan waktu tidur tidak secepat ini.
Gundah gulana gelisah sedang merasuki seluruh tubuh. Panas dingin seperti sedang mengibas ibaskan dirinya. Rasanya seperti ingin hari ini segera terlewati saja.
Pagi itu, rumah masih sepi. Penghuni lainnya masih terlelap. Masih harus menunggu 2 jam lagi perias datang. Supaya saya nanti tidak mengantuk akhirnya saya membuat kopi susu. Hitung hitung biar tidak terlihat "bego" pada pagi itu. Mencari roti tidak ada, adanya cake yang semalam dijadikan suprise cake ulang tahun Papa. Ya, saya menikah sehari setelah ulang tahun Papa. Inginnya diadakan pas hari ulang tahunnya Papa tapi karena di hari Sabtu masih ada yang harus bekerja, akhirnya diputuskan hari Minggu saja.
Selesai sholat Subuh, perias masih belum datang. Mulai panik. Karena acaranya jam 8 dan jam 7 harus sudah berangkat ke lokasi akad, sedangkan jam setengah 5 tak kunjung datang. Apalagi yang harus di dandani ada 4 orang lagi di rumah.
Jam 5 kurang akhirnya para perias datang. Saya pasrah akan semua dandanan. Saya sudah pernah memberikan keinginan makeup seperti apa yang saya inginkan. Tapi karena sudah panik, deg deg an, dan galau, saya pasrah. Ntah jadi seperti apa makeup saya. Alhamdulillah makeupnya membuat saya menjadi cantik. Sayang, saya tidak terlalu suka dengan model jilbabnya. Seperti saya katakan sebelumnya, perasaan deg deg an lebih dominan sehingga saya memilih diam dan pasrah. Bahkan hari itu saya tidak nafsu makan sama sekali.
Semua siap. Papa dan semua kakak lelaki sudah berangkat menuju ke lokasi Gedung di Polda Jatim. Impian saya dalam melaksanakan ijab kabul sebenarnya ingin sekali dilaksanakan dirumah saja. Namun karena semenjak mas Iksan meninggal, akhir tahun 2019 Ibu memutuskan untuk pindah rumah ke rumah yang lebih dekat dengan mbak Tika. Biar kalau ada apa apa dekat untuk meminta bantuan. Karena dirumah sebelumnya, kalau ada apa apa saya selalu on call sama mas Iksan. Sementara itu dirumah baru ini tidak tersedia parkir mobil yang cukup memadai. Hingga diputuskan untuk melangsungkan akad nikah hingga resepsi dalam jarak yang langsung dan di lokasi yang lebih memadai.
Jam 8 kurang saya baru sampai di lokasi. Acara sudah mau dimulai. Sesuai dengan keputusan bersama, sebelum ijab kabul terucap mempelai pria dan wanita tidak boleh berjumpa apalagi duduk bersebelahan. Saya pun diantarkan Bude ke ruangan khusus di dekat pintu masuk. Di ruangan itu saya sendirian hanya di temani beberapa kursi dan sebuah kipas. Tak lama datanglah Tiwi, Cyn, dan Ayu. Mereka menemani saya yang sedang cemas.
Detik detik menuju ijab kabul pun dimulai. Muka mulai terlihat sangat tegang dan tidak terkontrol ekspresi cemasnya. Kepala juga cuma menunduk melihat ke bawah. Tiwi yang duduk di sebelah, tangannya saya genggam sangat kuat. Berasa sungguh panas sekali saat itu padahal disebelah saya ada kipas angin besar. Dan ketika ijab itu telah terucap.
LEGA. Satu kata yang memancarkan perasaan saya saat itu. Ijab berjalan lancar. Muka sudah mulai terkontrol dengan baik. Untung diruangan cuma ada saya dan teman teman sehingga tidak ada yang melihat betapa tegangnya saya. HAHA
Pertemuan untuk pertama kalinya setelah sah menjadi suami istri. Saya berjalan menuju tempat akad dengan diapit Ibu dan mbak Tika. Ini juga bikin tegang sih. Ketemu tatap muka cuma sekali. Ngobrol tidak pernah berdua. Kontak kontak an lewat chat juga tidak pernah. Hari itu pertama kalinya akan saling duduk bersebelahan hingga akan berbicara langsung. Saat saya dijemput mas Wasiq di tempat saya berdiri dan saya salim. Saya merasakan tangan yang bergemetar sungguh hebat (menurut saya) dan seperti keringat panas dingin. Saya mengerti bagaimana pula tegangnya mas Wasiq saat itu.
Usai akad nikah dilanjutkan langsung resepsi diawali dengan prosesi kirab bersama keluarga, kecuali Papa yang sudah duduk diatas panggung
Prosesi acara lainnya berjalan sesuai dengan sebagaimana semestinya. Bahkan ketika acara masih berlanjut muka kami masih terlihat sangat tegang. Siapa sangka kan tiba tiba sudah berstatus suami istri diantara kami yang sebelumnya tidak pernah saling kenal. Tidak ada komunikasi secara pribadi antara kami. Jadi pembicaraan kami saat sedang sepi tamu pun juga terasa kaku. Apalagi saat sesi foto. Dalam proses fotonya sangat terlihat sekali kakunya kami berdua.
Pernikahan ini bukan akhir cerita dari kehidupan tapi awal dari dua sejoli yang hidupnya bukan lagi tentang diri sendiri. Bersyukur sekali pernikahan kami berlangsung sebelum pandemi datang. Teruntuk kalian yang sedang merencanakan pernikahan atau baru mulai bertaaruf dengan seseorang di masa pandemi semoga apapun rencana kalian disegerakan, dimudahkan, dan dilancarkan dari A sampai Z. Ingat jika mengadakan acara harus sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku ya. Demi kesehatan kalian juga agar bisa menikmati hidup baru bersama pasangan.
Mohon doakan kami menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah.
With love,
Annisa Nurlaili