Hi!
Rasanya tahun ini berjalan sangat cepat sekali, sudah mau memasuki tahun 2021 aja. Apalagi di tahun yang penuh keterkejutan ini tidak hanya dialami saya seorang tapi juga dirasakan oleh jutaan manusia di seluruh dunia.
Ya, datanglah pandemi Covid 19 yang hingga akhir tahun masih merajala lela dan tidak kunjung usai. Membuat setiap pertemuan antar sesama manusia tidak lagi se-menyenangkan dan se-di-nanti-nantikan seperti dulu. Hanya rasa takut dan dibayang bayang akan penderitaan jika tertular. Tidak ada lagi cipika cipiki. Bersalaman tangan sirna. Tidak terlihat senyuman manis saat foto bersama disebabkan tertutup masker. Perjumpaan harus berjarak minimal 2-3 meter. Disetiap detik kedua tangan harus dicuci dengan sabun dan air mengalir (kalau ini memang rutinitas untuk kebersihan). Dan setiap kali keluar rumah, sebelum masuk rumah, harus disemprot-semprot dulu mulai dari baju, sepatu, dan tas yang dibawa dari luar. Saat ini semua itu harus jadi kebiasaan baru ke depan yang ntah sampai kapan.
Selain pandemi, unpredictable moment di hidup saya bermula di awal tahun 2020.
Januari | Tidak pernah saya agendakan dan terduga, saya menikah di tahun ini setelah setahun sebelumnya saya harus kehilangan mas Iksan. Bahagia dan senang akhirnya saya dipertemukan oleh Allah jodoh saya melalui taaruf. Terharu dan sedih karena tanggung jawab Papa dan Ibu telah lepas dan saya tidak bisa selalu bermanja ria kepada mereka. Deg deg an, perasaan yang pasti dialami oleh setiap insan yang akan melangsungkan pernikahan karena setelah ijab kabul terucap, saya tidak akan lagi tidur sendiri, tanggung jawab saya baru, dan kisah kisah kehidupan juga baru. Untuk kisah dari awal pertemuan hingga menikah bisa kalian baca:
Februari | Menjadi bulan bahagia dan sedih. Baru sebulan menikah, Allah telah memberikan kebahagiaan pada kami berdua, yaitu saya hamil. Saya sendiri sebelum mengetahui kehamilan, saya seperti sudah merasa tidak enak, ada yang berbeda di tubuh saya, seminggu sebelum saya mens. Tapi saya sudah ada feeling gitu kalau saya lagi hamil. Akhirnya saya menunggu hingga waktu mens tiba. Mens tak kunjung datang. Saya mencoba untuk melakukan test pack di waktu subuh dan saya terkejut hasilnya dua garis. Lalu saya mencoba tanya tanya teman saya, Linda, dan dia menyarankan untuk tes tiap pertama kali bangun tidur selama tiga hari berturut turut. Saya lakukan. Hasilnya saya positif, saya benar benar hamil.
Keinginan saya menyampaikan berita bahagia ini dengan kejutan pada mas Wasiq. Tapi sayang, atas kecerobohan saya waktu itu, pada malam itu, membuang bungkus test pack di tempat sampah yang biasanya mas Wasiq juga gunakan, akhirnya saat ia membuang sampah dan melihat isi sampah, ketahuan deh. Pada akhirnya kabar bahagia itu disampaikan seadanya dengan hanya menunjukkan hasil test pack (ya iya, mau nunjukkin apalagi coba).
Berita sedihnya adalah sekeluarga harus mendapatkan kabar bahwa Ibu saya terdiagnosa penyakit kanker. Haruskah saya sedih? Haruskah saya bahagia? Keduanya ada disaat bersamaan. Kabar ini juga yang membuat Ibu sudah bisa bekerja di Surabaya, sekaligus dirumah semenjak ada pandemi dan setelah setahun terpaksa PP Jakarta-Surabaya, Surabaya-Jakarta setiap minggunya karena tuntutan pekerjaan yang harus pindah ke Jakarta.
Mei | Lebaran yang sangat berbeda saya rasakan. Lebaran tahun ini saya sudah mendapatkan pasangan beserta calon anak yang saya kandung dengan drama mual muntah yang lazim dialami oleh ibu hamil. Tapi sedihnya tidak bisa berkumpul seluruh keluarga. Tidak bisa melaksanakan sholat Idul Fitri di lapangan seperti tahun tahun sebelumnya. Tidak bisa pamer langsung kalau saya sudah menjadi istri dan calon ibu #eh. Semua dilakukan dirumah dengan anggota rumah masing masing. Serta malam, sehari sebelum lebaran ada kejadian yang cukup menggemparkan dirumah yang tidak bisa saya ceritakan, cukup pahit untuk saya lihat dan ingat.
Selain itu beberapa hari setelah lebaran, saya mendapatkan keponakan cewe setelah dikelilingi 7 keponakan cowo yang pada super lincah sekali. Alhamdulillah saya dikelilingi ponakan ponakan sebagai penghibur dan pembelajaran merawat anak jika kelak anak saya lahir, saya tidak terlalu kaget.
Oktober | Satu satunya bulan di setiap tahun yang saya nantikan sebagai pengingat, usia bertambah artinya waktu untuk beribadah dan meminta ampunan sama Allah semakin berkurang. Ditambah detik detik menanti kelahiran anak pertama di usia kandungan 9 bulan. Deg deg, cemas, galau, bahkan bahagia. Semua persiapan persalinan sudah rapi. Perlengkapan debay pun telah tersusun dan tersimpan di tempat seharusnya. Tinggal menanti waktunya saja.
Tapi Allah berkehendak lain untuk saya. Segala macam perasaan menanti persalinan sirna seketika saat saya harus menghadapi dan menerima kenyataan Papa meninggal dini hari di hari Minggu. Hancur hati saya. Tidak ada feeling apa apa saya tentang Papa padahal saat mas Iksan akan meninggal saya merasa ada yang aneh darinya. Apa mungkin karena saya hamil? Saya fokus sama persalinan dan kehamilan. Bahkan di hari Papa meninggal di malam hari sampai besok sore atau malamnya saya tidak tidur lagi setelah malam sebelumnya saya tidur selama setengah jam. Saat memandikan jenazah Papa sebenarnya saya ingin ikut namun di kehamilan besar ini membuat saya tidak kuat berdiri terlalu lama sehingga saya hanya bisa melihat prosesnya sambil duduk di dekat lokasi.
Atas izin Allah, sehari setelah Papa dikuburkan, pada pagi harinya saya mengeluarkan cairan dengan sedikit sekali lendir darah dan siangnya saya pergi ke RS untuk diinduksi. Alhamdulillah saya mampu melahirkan seorang putri mungil nan cantik secara normal. Ketika saya melihatnya pertama kali wajahnya sekilas mirip Papa. Seolah olah Allah ingin menunjukkan bahwa Papa turut senang dan melihat cucunya telah lahir. Saya bahagia karena anak saya lahir dengan selamat bercampur sedih karena Papa tidak sempat melihat cucunya. Saya akan menceritakan lengkap dari awal Papa meninggal hingga saya melahirkan. Nantikan di tahun depan ya.
Last but not least,
Desember | Di penghujung tahun, Alhamdulillah dikasih kesempatan untuk staycation bersama keluarga besar, menghilangkan kepenatan selama setahun terakhir ini yang nano nano.
Semoga di tahun 2021 menjadi tahun yang bersahabat untuk saya dan kita semua.
Have a blessed year everyone,
Annisa Nurlaili