AW 02 | KHITBAH

11.15

Lima hari setelah penerimaan CV beliau, saya sudah disodorkan pertanyaan apa jawaban saya, bagaimana keputusan saya dan apakah saya merasa cocok apa tidak. Dalam proses ta'aruf ini, bisa dibilang sesuai dengan kalimat take it or leave it. Kalimat yang terdengar sederhana, namun memiliki arti dan dampak yang luar biasa luasnya. Kalimat tersebut mempunyai arti untuk menentukan pilihan setuju atau tidak setuju, hanya ada jawaban Ya atau Tidak, artinya saya diharuskan menentukan jawaban yang bermakna berlawanan, dan pastinya berdampak pada hasil berlawanan juga. 

Saya masih belum bisa memberikan jawaban apapun, bahkan setelah saya melakukan istikharah sekalipun saya masih diambang ketidak siap-an. Bagi saya yang awam tentang proses ini, merasa terlalu cepat dan diburu-buru untuk segera memberikan jawaban dalam hitungan hari aja karena saya harus betul-betul memikirkan jawaban yang sesuai dan dikemudian hari saya tidak menyesal atas jawaban saya nantinya. Hingga pada akhirnya Ibu memberikan satu saran untuk mempertemukan saya dengannya. Dan saya menerima saran itu.

Tidak butuh waktu lama, pertemuan itu tiba beberapa hari setelah Ibu menyampaikan saran beliau yang saya setujui. Dia hadir ke rumah, seorang pemuda dan datang seorang diri. Namun karena ini adalah proses ta'aruf maka pertemuan kami pun tidak hanya kami berdua, melainkan ditemani oleh Ibu, Papa, mas ipar, dan tante yang mengenalkan jodoh saya. Dalam berinteraksi, saya termasuk orang yang tidak mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan baru bahkan orang baru. Untuk bertemu orang baru, saya tidak bisa berbicara banyak atau memulai pembicaraan. Saya ditanya, jawabannya pun super minimalis sekali. Bahkan beliau sampai beberapa kali menyodorkan pertanyaan yaitu, apa ada yang ingin saya tanyakan padanya? 

Tidak ada pertanyaan apapun yang saya utarakan saat itu walau sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan. Canggung rasanya bertemu orang baru dirumah saya dalam status mungkin itu adalah jodoh saya. Ditemani orang tua saja sudah canggung, apalagi cuma berdua, malah tidak terjawab semua mungkin pertanyaan dan pembicaraannya. Bahkan pertanyaan yang saya ungkapkan pada chapter sebelumnya pun tidak saya utarakan. Untungnya, karena ini juga menjadi pemikiran Ibu, beliau menanyakan pertanyaan tersebut. Dan jawaban beliau, bersedia. Lega mendengarnya. 

Sepulangnya beliau dan selepas pertemuan itu, pikiran saya rasanya seperti masih berputar-putar, masih bimbang dan ragu. Pertanyaan dan jawabannya sederhana. Memilihnya yang harus dipikirkan dengan seksama. Saya tidak bisa asal jawab Ya disaat saya sendiri masih merasa belum siap, juga tidak bisa jawab Tidak saya takut menyesal tidak mendapatkan jodoh seperti beliau dikemudian hari. dan saya melihat beliau adalah pria berbeda dari pria lainnya yang pernah saya kenal. Saya menemukan ada yang berbeda darinya. Bukan tampang maupun finansial, saya melihat bagaiman caranya sopan santun datang ke rumah, cara bicaranya, sikapnya, dan cara pandangnya yang tidak sekalipun menatap saya. Tidak hanya itu, masih banyak perbedaan lainnya yang saya lihat, temukan dan dengar. 

Dalam upaya  pemilihan jawaban yang akan saya utarakan, saya membaca buku tentang pra nikah, kehidupan pernikahan dan ta'aruf. Kemudian bertemu dan bertanya kesana kemari. Meminta saran dari kakak-kakak saya. Tentunya sholat istikharah pun saya lakukan. Hingga pada percakapan dengan salah satu teman dekat, saya menemukan secercah jawaban dan harapan. 

Salah satu chat yang menyadarkan dan mengubah pemikiran ketidak siap-an saya.

Dari hasil diskusi tersebut, saya menyakini bahwa saat itu saya berada dibawah bisikan setan karena saya sendiri yang menginginkan proses ini. 

Setelah tersadar, mindset saya pun berubah seratus delapan puluh derajat dan kesiapan saya menjadi seratus persen mantap. Akhirnya saya sampaikan pada Ibu, saya merasa cocok dengan perjodohan ini. Tapi saat itu saya masih belum memberikan jawaban kesiapan saya untuk segera di-khitbah, atau dalam bahasa umumnya di masyarakat, lamaran. Kenapa? Padahal dalam hati saya sudah berkata siap 100%. Karena saya masih minim sekali mengetahu tentang beliau dan keluarganya. Saya masih butuh waktu untuk mencoba mencari tahu lebih tentangnya. 

Alhamdulillah-nya, beliau dan keluarganya mau menunggu saya hingga saya siap untuk melanjutkan proses selanjutnya. Tidak ada batasan waktu, saya diberi keleluasan sesuai kesiapan saya. Dari situ pula saya merasa semakin mantap untuk melanjutkan proses ini, karena kebaikannya menghargai dan memberikan saya ruang dan waktu untuk beradaptasi dan mencari petunjuk lebih.

Dalam pencarian petunjuk tambahan, sudah banyak usaha yang saya coba cari. Dari bertanya ke teman-teman saya yang dulunya satu jurusan dengannya, namun saya tidak mendapatkan hasil apapun tapi yang saya rasakan, saya sangat yakin dan sudah pasti dengan perjodohan ini. Suatu keyakinan dengan minimnya informasi yang berarti, akan terdengar aneh bagi sebagian orang. Saya merasa ini sudah menjadi ketentuan dan petunjuk dari Allah.

Observasi sudah saya lakukan dan tidak membuahkan hasil. Saya hanya berusaha bersahabat dengan hati untuk menerima peluang kehadiran pria untuk hidup bersama di kehidupan baru nantinya. Selain itu saya juga berbesar hati untuk menerima segala resiko yang sudah saya ambil. Dan yang paling saya rasakan dari kekuatan usaha saya adalah dengan pasrah dan berserah diri sama Allah. Minta petunjuk dan pilihan yang terbaik untuk saya. Cara ini memberikan peluang yang luar biasa dalam perubahan diri dan membuka pemikiran saya bahwa tidak semua jawaban dari pertanyaan itu berupa real jawaban yang sesuai dengan harapan. Tapi juga bisa melalui pikiran dan hati yang dirasakan sendiri. 

Beberapa pikiran positif yang saya bangun dan yakini. Mungkin ini adalah jodoh terbaik saya yang akan menjaga, melindungi, dan bertanggung jawab atas saya. Mungkin beliau adalah orang yang sangat butuhkan untuk meneruskan kehidupan saya hingga maut tiba. Dan mungkin ini waktunya saya untuk memulai kehidupan baru dan terlepas dari tanggung jawab orang tua. Mungkin juga, Allah ingin menggantikan sosok kakak yang telah Allah ambil untuk menjadi pegangan saya ketika saya sendiri tidak sanggup menanggungnya sendiri. Entah itu support maupun secara kehadirannya.

Selain itu, saya juga merubah mindset tentang ta'aruf yang sedang saya jalani, saya niatkan untuk beribadah, untuk menyempurnakan separuh agama. Kenapa begitu? Karena hidup berumah tangga itu tidak mudah, dua kepala harus saling mendukung satu sama lain, menyatukan dua orang, dua watak, dua kehidupan menjadi satu, dan akan hidup bersama hingga maut yang memisahkan.

Sekitar satu bulan setelah jawaban Ya dari saya, kebetulan Ibu menanyakan bagaimana dengan kesiapan saya. Dengan percaya diri dan menyebutkan bismillah, saya bilang kalau saya sudah mantap. Kemudian terjadilah penentuan tanggal untuk acara khitbah antara dua keluarga. Maka, disepakatilah suatu tanggal di bulan September.

Menjelang acara khitbah, entah mengapa perasaan saya menjadi tidak tenang. Beberapa pertanyaan keraguan kembali muncul. Benarkah dia yang akan menjadi suami saya? Benarkah dia yang akan membimbing saya? Benarkah dia yang akan menjadi penopang hidup saya? Benarkah dia yang akan mencintai saya karena Allah? Benarkah dia yang akan menjadi perisai saya? Benarkah dia yang akan memberikan cintanya tidak hanya pada saya tapi pada seluruh bagian dalam hidup saya? Benarkah dia yang akan menyempurnakan hidup saya? Benarkah dia yang akan melengkapi segala kehidupan saya? Benarkah dia yang akan melengkapi seluruh kisah hidup saya?

Saya telah mengambil keputusan terbesar dalam hidup saya. Keputusan dari sebuah pilihan yang akan bermakna luas dan terlama. Bisa jadi pilihan itu mudah maupun sulit. Dalam penentuannya akan ditemukan hal baru lainnya yang mungkin menjadi ketidak inginan kita. Lalu terbesit sebuah pertanyaan yang anehnya baru muncul ketika mendekati acara, "Apakah keputusan yang saya ambil sudah benar?"

Perasaan campur aduk. Tidur tidak nyenyak. Hingga dalam beberapa hari perut rasanya tidak enak. Makan pun jadi tidak enak. Dalam pikiran saya, acara ini adalah salah satu momen yang belum pada klimaksnya tapi sudah membuat seluruh raga, jiwa, pikiran, dan semuanya berkecamuk. Meronta-ronta seperti orang yang sedang kepanasan meminta air. Hanya ada satu keyakinan dan pinta untuk kelancaran dalam setiap momen berharga. Saya pun meyakini dan selalu berdoa, apabila memang jodoh saya, maka lancarkan dan mudahkan segala urusan kami. Jika memang bukan jodoh saya, maka jauhkan dan lepaskan kami.

Di Minggu pagi itu, pertemuan ini sebenarnya sedikit membuat saya kaget. Dari awal saya tidak ada bayangan bahwa acara ini akan berjalan biasa tanpa ada bawaan apapun. Ternyata pada hari H, rombongan membawa berbagai macam untuk saya, mulai dari makanan hingga beberapa buku mengenai pernikahan dan untuk muslimah.

Sesaat mas Wasiq sekeluarga datang untuk meng-khitbah, saya akui saya dalam keadaan sangat gugup. Bahkan ketika acara dimulai dan saya ditanya mengenai apakah saya menerima lamarannya atau tidak, saya sangat tegang tidak terkira saat menjawabnya. Lamaran ini berbeda dari acara lamaran pada umumnya di masyarakat, tidak ada persiapan dokumentasi, bahkan tidak ada pemakaian cincin sebagai tanda keterikatan. Semua terjadi dengan simpel dan sederhana. Acara berjalan lancar. Alhamdulillah....

Dari awal proses ta'aruf, diantara saya dan mas Wasiq tidak ada komunikasi yang berlanjut dan terjalin secara langsung antara kami berdua. Komunikasi kami secara langsung hanya terjadi sekali saat beliau datang ke rumah di awal sebelum saya menjawab Ya. Hingga proses khitbah telah berakhir, masih sama, tidak ada komunikasi diantara kami. Jika saling membutuhkan sesuatu, maka masing-masing dari kami akan bertanya melalui orang tua kami. Terjadi kesepakatan, proses komunikasi antar kami, baik by phone sampai pertemuan tatap muka, tidak akan terjadi hingga acara akad tiba. Saya pasrah dan menyetujuinya.

Teristimewanya lagi, saya sedikit terkejut tatkala rombongan datang dengan membawa hantaran yang sangat banyak, berasa akan sedang melangsungkan ijab kabul (saya tidak ingat apakah ketika para kakak saya ketika dilamar juga dibawakan hantaran begini ataukah saya saja?). Meski rata rata berupa makanan, sehingga (lagi lagi) tidak sempat memfotonya disebabkan sebelum acara benar benar berakhir, para kakak telah menyisihkannya untuk mereka, bude dan tante karena tidak mungkin semua makanan tersebut akan habis dalam waktu singkat untuk sebuah rumah yang berpenghuni kurang dari lima orang ini. Biar begitu ada satu hantaran yang dikhususkan untuk saya, yaitu berupa buku buku bacaan mengenai pernikahan, wanita muslimah, dan Al-qur'an kecil. 

Beberapa buku yang diberikan pada saat khitbah

Saya tetap percaya dan yakin bahwa jika jodoh saya, Allah akan melancarkan dan memudahkan segala urusan kami baik itu dengan komunikasi antara kami maupun tidak. Bagi teman teman yang juga ingin atau sedang dalam proses ta'aruf, jangan menakutkan hal-hal yang tidak perlu. Pasrahkan semua sama Allah. Yakini kalau Allah sedang memberikan pilihan hidup yang lebih baik. Tapi tidak hanya serta merta meyakini saja tanpa ada usaha untuk merasakan cocok atau tidak. Dan perlu dipahami juga bahwa setiap proses dan kisah setiap orang pasti akan berbeda. Ada yang perlu melalui beberapa kali ta'aruf baru bisa menemukan jodohnya. Ada pula yang seperti saya, baru sekali sudah menemukan yang pas.

Perlu digaris bawahi pula, menikah itu pun bukan tentang mengejar ketertinggalan umur yang semakin tua, melainkan tentang bagaimana kesiapan kita dalam menjalani kehidupan baru nantinya dan sudah datangkah jodoh. Mungkin juga disaat diri sudah siap untuk membangun rumah tangga tapi jodoh belum datang juga. Kebalikannya pun ada, jodoh sudah datang tapi diri belum siap. Tinggal bagaimana sikap kita menghadapi dan meresapi setiap proses dan peristiwa yang kita ambil. Semua pasti ada hikmahnya dan akan datang tepat pada waktunya. Jangan takut tentang jodoh, karir, rezeki, dan sebagainya. Semua sudah diatur, tinggal kita mempersiapkan diri bagaimana menghadapinya nanti. Semoga dari postingan ini bisa memberikan manfaat bagi yang membacanya.


mohon doanya, bismillahirrahmanirrahim......
.

You Might Also Like

2 komentar

BLOG POSTS

INSTAGRAM

Subscribe