AW 01 | THE BEGINING OF EVERYTHING

12.00

Setelah sekian lama tidak menulis apapun di blog ini, akhirnya saya kembali dengan awal kisah baru yang tidak disangka dan direncanakan. Kali ini saya ingin bercerita dan mengungkapkan sebuah kabar. Sebuah kisah yang menurut saya, bahagia. Iya, cukup satu kata untuk menggambarkan tentang kisah ini.

Kisah ini berawal dari seorang Ibu yang sedang memikirkan masa depan anak perempuannya yang terakhir, satu-satunya yang masih menjadi tanggungan kedua orang tuanya. Apalagi kalau bukan tentang jodoh. Ya, seorang Ibu ingin anak bungsunya mendapatkan jodoh yang pas untuknya. Anak itu adalah saya. Pencarian dan pembahasan ini telah terjadi dari setahun sebelumnya. Namun, karena ketika itu saya masih sibuk dengan tugas akhir, maka pembahasan itu dihentikan agar saya bisa fokus menyelesaikannya.


Lebaran Idul Fitri tahun kemarin, 2019, menjadi awal misi pencarian lagi bagi seorang Ibu, ketika saya sudah resmi lulus kuliah.

Satu Juli tiba-tiba Ibu mengirim pesan melalui whatsapp, isinya adalah biodata seorang lelaki beserta foto. Biodata itu terisi sangat lengkap menurut saya, semua diceritakan secara detail dari perkenalan profil diri, keluarga, hingga pekerjaannya. Biasa disebut dengan CV dalam ta'aruf. Di kalangan masyarakat muslim, kata ta'aruf sudah sering terdengar dan terdengar asing bagi yang non-muslim. Sekilas ta'aruf mirip dengan perjodohan. Akan tetapi, makna ta'aruf sebenarnya adalah mengenalkan diri, mengenal baik, maupun berkenalan dengan orang lain. Nah, ta'aruf yang selama ini banyak dikenal masyarakat di Indonesia berhubungan dengan dunia percintaan. Ta'aruf dalam hubungan percintaan diartikan sebagai proses perkenalan yang tujuannya adalah menyempurnakan agama yaitu pada jenjang pernikahan. Bukan hanya sekedar ingin berkenalan saja ataupun iseng-iseng dalam mencari jodoh, lebih dari itu ta'aruf menjadi begitu mulia karena sang pelaku memiliki niat yang suci.

Selain penyampaian CV, Ibu berpesan pada saya untuk memikirkan dengan hati dan pikiran yang baik dengan mencari petunjuk dari sholat istikharah. Saat membacanya, saya hanya bisa menjawab "Iya Bu,".

Siapa dia? Tahukah dia tentang saya? Saya menerima sebuah CV menarik, tidak pernah saya dapati sebelumnya seperti ini. Seingat saya pun, saya tidak pernah membuat atau pun mengirimkan CV macam ini. Secepat inikah?

ANEH. Satu kata yang pas untuk menggambarkan pikiran saya saat itu. Secara proses dan metode untuk menemukan jodoh saya, sangat berbeda dengan kakak-kakak saya sebelumnya. Masing-masing dari mereka menemukan dan kenal secara langsung dengan sendiri tanpa perantara. Tapi aku menyadari bahwa beberapa tahun yang lalu, saya sempat mengungkapkan keinginan saya pada salah satu teman, kelak ketika saya ingin menikah, saya ingin dalam metode ta'aruf yang sesuai dengan Islam. Mungkin ini jawaban dari Allah atas ungkapan saya yang tidak pernah saya sebutkan dalam doa. 

Dari situ saya menyadari, setiap omongan kita baik itu dalam keadaan marah atau pun senang, semua itu bisa menjadi doa ketika Allah benar-benar ingin mengabulkannya. Saya pun berpikir bagaimana kalau saat itu saya bicara yang tidak baik,terus Allah dengar dan mengabulkannya akan bagaimana nanti saya melewatinya? Maka sebaik-baiknya manusia itu selalu menjaga pembicaraannya. Bicara seperlunya dan sesuai koridornya.

Awal menerima proses ini, membuat saya galau. Saya baru lulus kuliah sekitar sembulan bulan,  mulai bekerja dalam hitungan kurang dari tiga bulan dan kepribadian serta pemikiran saya saat itu masih belum siap untuk melakukan jenjang yang lebih jauh, namun tiba-tiba ta'aruf itu datang. Terlebih ta'aruf ini datang tiga bulan setelah kepergian mas Iksan kembali kepada sang pencipta. Waktu yang saya rasa sangat cepat sekali karena banyak hal yang harus saya adaptasi dalam setiap momen. Dari momen bahagia lulus dan mendapat pekerjaan, juga ada momen sedih ketika kakak kandung saya harus pergi mendahului secara mendadak dan beberapa adaptasi lainnya yang tidak bisa saya ceritakan secara detail. Waktu itu saya bertanya-tanya, adaptasi apalagi ini. Jarak per-adaptasi sangatlah dekat, hanya hitungan satu sampai tiga bulan saja. 

Banyak pertimbangan saya yang harus pikirkan. Saya sebagai anak bungsu tidak bisa serta merta membuat keputusan besar ini secara singkat, terburu-buru, dan begitu saja. Saya sadar betul, ketika seorang perempuan telah menikah, maka kehidupannya akan bergantung pada lelaki yang dinikahinya. Kemanapun sang suami tinggal, sang istri harus mengikutinya. Dan saya berada di posisi anak terakhir, menjadi satu-satunya anak yang diharapkan Ibu untuk bisa membantu beliau dalam menjaga dan merawat Papa, karena posisi Ibu yang harus bolak-balik pulang pergi luar kota untuk bekerja.

Terlebih seluruh kakak-kakak saya sudah memiliki kehidupan dengan tanggungan masing-masing. Bisa saja setelah menikah saya mengikuti kemanapun suami saya tinggal tapi disaat posisi kedua kakak laki-laki bisa saya andalkan. Sayangnya salah satunya berdomisili diluar kota dan satunya lagi seperti saya ceritakan sebelumnya. Setelah kepergian salah satu kakak lelaki, saya harus berusaha berpikir keras tentang kelanjutan dan masa depan kehidupan saya yang tidak lagi bisa berpikir secara bebas. Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih pasangan pun mulai saya pikirkan dengan mempertimbangkan kondisi dan keadaan saya saat ini yang tidak mudah untuk diterima oleh laki-laki lain.

Salah satu pertanyaan terbesar saya saat itu adalah "apakah beliau mau dan menerima untuk tetap tinggal di rumah kedua orang tua saya dan bersedia merawat serta menjaga Papa setelah menikah?". Sebuah pertanyaan berat menurut saya yang harus disampaikan kepada seorang lelaki. Sebuah pertanyaan yang tidak mudah tentunya dalam menerima jawaban "ya" dari laki-laki. Sebuah pertanyaan sulit ketika laki-laki memiliki ego lebih tinggi sebagai pemimpin dan imam dalam sebuah rumah tangga. Terutama sebagai seorang laki-laki dan istrinya harus menomor satukan keluarga dari lelaki tersebut daripada keluarga istrinya.

Akankah beliau akan menerima segala cerita baru dalam menghadapi yang tidak dirasakannya sebelumnya? Akankah Allah memberikan saya jawaban yang tepat untuk saya? Akankah perkenalan awal ini memberikan hasil yang bagus dan berkembang dalam proses-proses selanjutnya? Akankah proses ini akan berlanjut ke jenjang akad pernikahan? Akan seperti apakah proses dan peristiwa yang dilalui selanjutnya? 

Ini adalah kisah awal dalam proses ta'aruf saya. Untuk kelanjutannya, saya akan ceritakan di chapter selanjutnya. Butuh waktu dan pemikiran baik dalam menceritakan sebuah cerita yang insya Allah berlanjut bahagia karena setiap step by step setiap orang akan berbeda. 

Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

With love,

You Might Also Like

1 komentar

BLOG POSTS

INSTAGRAM

Subscribe