AISYAH PENGHIBUR LARA

21.00

MasyaAllah Tabarakallah.. 
Judulnya terlalu random tapi memang seperti itu. Alhamdulillah telah lahir anak pertama saya dengan mas Wasiq. Seorang putri mungil, cantik, dan InsyaAllah menjadi anak sholehah. Saya ingin menceritakan bagaimana kelahirannya dan segala perasaan campur aduk yang saya alami. Perasaan tidak biasa untuk saya kali ini. Dua hari sebelum kelahiran Aisyah, saya yang sedang hamil 9 bulan dimana saat saat itu menjadi bulan ter was was untuk menunggu detik detik kapan due date saya akan terjadi. Saya ditimpa berita duka. Saya berduka. Saya sedih. Kehilangan sesosok lelaki yang selalu saya banggakan, cinta pertama, juga segalanya dalam hidup saya. Ya, saya kehilangan Papa.
Saya ingin menceritakan proses persalinan saya secara urut dari awal tiba tiba ada rembesan air - proses sebelum sampai meninggalnya Papa - rembesan lagi - melahirkan. Mungkin tidak terlalu penting tapi ini akan menjadi pengingat atau memori kenangan buat saya. 

Sabtu 
13.24  | Pagi itu saya ada jadwal kontrol kandungan di mbak Tika. Sepulangnya saat di mobil saya merasakan sesuatu yang basah di celana. Saya diam saja karena rasanya tidak terlalu basah. Waktu sampai dirumah saya langsung ganti baju dan mencoba cek apakah benar basah, ternyata feeling saya benar. Celana basah sedikit, tidak ada bau pipis. Baunya berbeda dan khas. Kalau dibilang saya pipis sepertinya tidak karena pasti akan segera terasa sebelum keluar airnya.

Saya langsung WA mbak Tika untuk memastikan dan sarannya kalau masih ngerembes terus, mending langsung ke RS aja di cek apakah itu ketuban atau tidak. Hingga malam tiba, sudah tidak ada rembesan apapun.

19.10 | Seusai makan malam bersama mas Wasiq di meja makan, Papa dan Ibu keluar kamar untuk makan. Karena saya sudah selesai makan duluan, sehingga kami kembali naik ke kamar. Saat itu saya sedang berbaring di atas kasur sambil scrolling Instagram dan mas Wasiq main PES. Tidak lama saya seperti mendengar ada yang teriak memanggil mas Wasiq. Saya sampaikan hal itu ke mas Wasiq dan katanya tidak mendengar apa apa. Saya abaikan. Namun panggilan itu makin sering terdengar. Akhirnya saya bilang ke mas Wasiq "dipanggil tuh". Keluarlah mas Wasiq dan langsung turun ke bawah. 

Lama sekali mas Wasiq tak kunjung kembali ke kamar. Disaat itu perasaan saya mulai cemas tak karuan. Ada apa dibawah? Kok lama? Kok tidak balik balik? Saya mau turun naik lagi saya takut karena sebelumnya sempat ada rembesan yang kemungkinan itu adalah ketuban. Jadi saya tetap dikamar.

Beberapa lama kemudian, mas Wasiq masuk ke kamar dengan menggunakan masker dan mengatakan bahwa vertigo Papa kambuh dan sempat kejang kejang di meja makan. Saya mulai panik dan turun ke bawah melihat kondisinya. Papa sudah dikamar, istirahat, tidur.

20.30 | Datanglah mbak Tika sekeluarga yang baru saja menikmati akhir pekan bersama. Akhirnya diputuskan malam itu juga Papa disuntik, dimasukkan obat. 

22.00 | Teman mbak Tika datang membawa obat yang akan disuntikkan. Saya tidak melihat langsung, hanya samar samar dari luar pintu kamar. Rasanya seperti sulit sekali menyuntikkan obatnya. Bolak balik terdengar, Papa hanya berkata "Allah" "Allah" "Allah" berulang kali hingga suntikan itu berhasil masuk. Papa beristirahat. 

23.00 | Karena sebelumnya saat Papa kejang kejang sempat pup dan bajunya sangat basah sedangkan kondisi Papa tidak kuat bangun sendiri, Ibu meminta bantuan mas Wasiq dan mas Rendra (suami mbak Tika) untuk membersihkan dan mengganti baju Papa agar tidak masuk angin. 

23.20 | Saya dan mas Wasiq masih menunggu di depan kamar, dan memutuskan mas Wasiq tidur di depan TV mungkin malamnya Ibu butuh bantuan lagi. Saya? Kembali ke kamar dan beristirahat. Dikamar pun saya mencoba tidur tapi tidak bisa langsung tidur. Saya seperti orang yang sedang cemas tidak karuan. Padahal saya tidak memikirkan apapun. Perasaan dan pikiran saya tidak tenang. Lalu saya ketiduran. 

Minggu
00.00 | Tiba tiba saya terbangun seperti orang terkejut dengan mas Wasiq yang juga tiba tiba masuk ke kamar, mengabarkan bahwa Papa saya telah tiada. Deg. Saya seperti orang yang linglung mendengarnya. Saya tidak langsung turun tapi malah melipir ke kamar mandi dulu untuk buang air kecil. Lalu saya turun dan melihat Ibu menangis sambil memeluk tangan Papa. Hancur rasanya hati ini. Tidak bisa langsung menangis kencang. Saya harus menjadi kuat dan menenangkan Ibu.

Papa meninggal dengan keadaan sudah bersih karena sebelumnya Papa sudah BAB banyak dan sempat muntah setelah disuntik. Papa orang baik. Sehingga Allah memudahkan kepergiannya. InsyaaAllah Papa masuk surga-Nya.

10.00 | Jenazah Papa dan rombongan pergi ke masjid Masyitoh (masjid yang Papa bangun saat dulu tinggal di daerah sana) untuk di sholatkan terlebih dahulu. Seusai adzan dan sholat Dhuhur berjamaah, Papa disholatkan kemudian dibawa dan dikuburkan di TPU Keputih. 

Senin
08.30 | Pagi itu saya mulai melihat ada rembesan sedikit dan lendir berdarah lebih banyak dari sebelumnya. Mbak Tika menyarankan untuk ke RS. Tapi saya menundanya karena setelah menunjukkannya ke Ibu, beliau tidak menyarankan ke RS dulu. 

12.45 | Ketika rumah sedang banyak orang untuk bertakziah, tiba tiba rembesannya makin banyak, yang akhirnya diputuskan untuk segera ke RS. Sebelum berangkat, karena dirumah ada Bude Bude dan saudara saya yang lain, saya meminta doa mereka untuk kelancaran dan kemudahan.

13.20 | Saya tiba di IGD RS. Saya langsung beristirahat di kasur IGD sedangkan mas Wasiq mengurus segala administrasi. Dilakukan pemeriksaan dengan cek berapa kali debay nendang saat itu. Selain itu seorang Bidan datang dan mencoba melihat saya sudah pembukaan berapa. 

14.28 | Saya mendengar salah seorang perawat menelpon sepertinya ke mbak Tika dan yang saya dengar hanya pembukaan 1. Dari hari Sabtu masih pembukaan 1, lemas rasanya saya. Akhirnya diputuskan harus masuk kamar. Oh ya karena di musim pandemi seperti ini dari kehamilan 38w saya sudah swab di Puskesmas Surabay dan itu gratis untuk ibu hamil. Karena saya sudah swab maka saya tidak perlu di rapid lagi hanya mas Wasiq sebagai penunggu pasien harus rapid dulu. Tidak lama mas Wasiq datang setelah selesai mengurus segala macam, memilih kamar, dan hasil tes rapid keluar. Karena saya kelaparan dan belum sempat makan siang, mas Wasiq pergi keluar sebentar untuk membelikan saya makanan. 

14.45 | Seorang perawat datang dan meminta saya untuk duduk di kursi roda. Saya diantarkan oleh security ke kamar saya. Saya masuk kamar dan berbaring diatas kasur. Perawat berpesan pada saya untuk makan yang banyak dan karena ketuban pecah saya tidak boleh banyak berjalan atau berdiri seperti aktifitas ibu hamil yang sedang menanti kontraksi lanjutan. Kalau saya banyak bergerak ditakutkan malah habis ketubannya. Jadi tidak bisa bergerak untuk merangsang pembukaan lebih cepat sedangkan dikondisi ketuban saya yang pecah, pembukaannya masih satu.

Alhamdulillah nya waktu itu RS lagi sepi pasien jadi kamar kelas 2 yang diperuntukkan untuk 3 orang hanya terisi oleh saya, serasa kamar VVIP.

15.56 | Mas Wasiq datang dengan membawa kebab. Saya dibantu ke kamar mandi untuk berwudlu dan sholat Ashar. Berikutnya, saya memakan kebab yang dibelikan.

17.15 | Seorang perawat datang dan menyuntikkan saya untuk di infus. Saya lupa dimasukkan apa saat itu. Selama di infus itu saya hanya berbaring. Saya memakan banyak kurma dan minum jus melon yang saya ambil dari rumah, pemberian bude Nunung saat ke rumah tadi siang. 

19.00 | Selepas sholat Isya, perawat kembali datang dan mengganti obat yang di infuskan ke saya. Jujur, entah kenapa saya tidak bertanya apa apa. Obat apakah ini yang masuk. Saya akan di apa kan saja.
 
Awalnya masih baik baik saja, santai, dan bisa bergerak kanan kiri. Tidak lama mulai terasa kontraksi tipis tipis. Lama kelamaan kontraksi terasa kencang yang masih bisa saya maklumi. Makin lama makin terasa sungguh menyiksa sakitnya. Sudah tidak tenang. Ketika itu saya baru tersadar bahwa saat itu saya sedang diinduksi. 

Karena rasanya tiap detik terasa kontraksi saya tidak tahu lebih lanjut jam berapa saja saya beratraksi. Kenapa atraksi? Karena setiap kontraksi tangan mas Wasiq mulai saya "prekes". Setiap kali kontraksi muncul rasanya saya ingin "ngeden" seperti orang yang mau pup. Padahal hal itu tidak boleh dilakukan sebelum waktu persalinan tiba. Jangan ditiru ya teman teman. Bahkan berulang kali mas Wasiq mengingatkan saya untuk mengatur nafas dan ber istighfar setiap kali kontraksi datang. Saya juga mulai teriak teriak juga (untung sepi) seperti orang kesetanan yang tidak sabar ingin mengeluarkan isi dari perut saya. Semacam ingin mengeluarkan isi hati dan pikiran saya setelah melewati hari yang menyedihkan sebelumnya. Saya puas puaskan berteriak. HEHE

21.48 | Mbak Tika datang dan memeriksa sudah pembukaan berapa saya. Ternyata saya sudah pembukaan 5. Mbak Tika mencoba menenangkan karena dari awal masuk kamar saya sudah teriak teriak minta tolong dan minta untuk segera dilahirkan saja.

22.30 | Perawat datang dengan membawa kursi roda. Saya diarahkan untuk duduk disana dan diantarkan ke ruang bersalin bersama mas Wasiq. Saya berbaring disana dengan tetap masih berteriak dengan selalu mencoba "ngeden" setiap kali kontraksi.

Karena saya merasa leher saya tercekik, dengan ganasnya saya membuka paksa jilbab agar saya lebih leluasa bergerak dan bernafas.

22.40 | Mbak Tika datang dan memeriksa kembali. Saya sudah pembukaan 9 tapi sayang kepala debay masih belum terlalu turun. Menunggu sebentar. Di kanan dan kiri saya ada bidan yang membantu memegangi kaki saya. Kemudian saya diberi aba aba untuk "ngeden" seperti orang yang mau pup ketika kontraksi itu datang. 

Pertama gagal. Mbak Tika mengarahkan kembali setiap kali "ngeden" kepala dan arah mata tertuju ke arah lahir debay. Kepala saya sudah menatap ke arah debay lahir tapi mata refleks tertutup. Percobaan beberapa kali gagal, hingga akhirnya seorang bidan naik ke atas kasur dan mencoba membantu saya melahirkan dengan cara mendorong perut saya dari arah atas ke bawah.

23.20 | Alhamdulillah putri kecil pertama kami telah lahir dengan selamat dan sehat. Begitu keluar, badan saya rasanya langsung lemas dan merasa plong sekali. Berulang kali saya dan mas Wasiq mengucapkan Alhamdulillah. Saya sendiri tidak percaya pada saya yang mampu melewati segala proses melahirkan secara normal.

Saya tersadar, kenapa bayinya tidak menangis kencang saat keluar? Kenapa hanya terdengar sedikit tangisannya? Bayi saya diangkat dan diarahkan ke saya. Saya mencium pipinya. Sang bayi dibawa pergi oleh perawat entah kemana. Mbak Tika menyarankan pada mas Wasiq untuk melihat bayi dan mengurus hal hal yang perlu diurus tentang bayi kami.

Setelah mas Wasiq pergi, saya sepertinya diberikan obat anestesi entah lewat mana, saya tidak ingat. Tapi bukan anestesi penuh karena saya masih bisa merasakan ataupun mendengar. Saya merasakan saya dipakaikan alat bantu pernafasan, ventilator mungkin namanya. Lalu dileher saya diberikan seperti bantal hanya saja ini terasa dingin. Selama proses penjahitan, dalam ingatan, saya melihat satu bentuk dengan warna yang sama dan berputar putar di kepala. Saya juga mendengar samar samar percakapan antara mbak Tika dan perawatnya. Hingga obat biusnya mau habis saya mulai merasakan ada yang dimasukkan dan dikeluarkan. Saya merasakan sakit, perih, dan percakapan mbak Tika dengan perawat makin terdengar jelas.

Selasa
Setelah semua selesai, mbak Tika pamitan pulang dan saya masih setengah sadar. Kemudian mas Wasiq datang dan menceritakan tentang keadaan serta bagaimana rupa anak kami. Saya tidak bisa melakukan IMD - Inisiasi Menyusui Dini - karena sang bayi dari awal keluar tidak menangis kencang meski sudah dirangsang untuk menangis, hanya terdengar tangisan sedikit. Oleh sebab itu harus di observasi dulu selama 6 jam dan diletakkan di inkubator terlebih dulu. 
01.30 | Saya masih teler dan tidak berdaya di ruang bersalin. Perawat menyarankan mas Wasiq untuk beristirahat di kamar saja. Saya pun ditinggal. Saya tidur. 

Entah jam berapa saat itu, saya terbangun. Semenjak selesai dijahit kaki saya masih lurus saat berbaring, akhirnya minta izin pada perawat untuk menekuknya. Diperbolehkan. Tidak lama saya merasa kebelet pipis dan melaporkan pada perawat. Saya disuruh pipis saja diatas kasur, tapi saya tidak bisa. Perawat pun menyuruh saya menahannya atau keluarkan saja dikasur saat bisa sebab ditakutkan kalau berdiri saya masih pusing seusai di jahit dan di anestesi. Saya terus mencoba tapi tidak berhasil. Akhirnya saya menunggu entah berapa lama. Saya menahannya sudah seperti orang gila. Saya tidak bisa tidur. Kesadaran saya penuh. Rasanya gemetar sekali menahan. Saking tidak tahannya, jari jemari kuku memainkan pinggiran kasur yang terbuat dari besi hingga berbunyi terus menerus sampai perawat datang menghampiri. 

Subuh | Usai adzan subuh perawat datang mencoba menegakkan tempat tidur secara perlahan. Per tegakkan didiamkan beberapa menit untuk mengetahui apa saya pusing tidak. Hingga posisi benar benar duduk tegak akhirnya saya boleh ke kamar mandi setelah dipanggilkan mas Wasiq untuk sekaligus ganti baju. Setelahnya saya kembali ke kamar dan beristirahat dan menanti waktu tiba untuk berjumpa anak saya. 

11.04 | Penantian selama kurang lebih 12 jam untuk berjumpa dengannya, akhirnya tiba. Perawat mengantarkan anak saya ke kamar. Saya berjumpa, melihat, dan takjub betapa cantiknya putri mungil yang telah saya lahirkan. Melihatnya sehat dan semua anggota tubuhnya baik baik saja membuat saya merasa pengorbanan semalam ketika melahirkan terbayarkan. Alhamdulillah. 

12.27 | Mbak Tika datang untuk visite usai praktek. Saya dinyatakan boleh hari itu juga sebab saya sudah bisa turun dari kasur dan berjalan ke kamar mandi. Tapi saya tidak bisa langsung pulang begitu saja karena harus menunggu kabar dari dokter anak apakah sudah diperbolehkan pulang atau belum. 

Oh ya buat para Ibu yang saat ini sedang hamil tinggal di Surabaya Selatan, Sepanjang Sidoarjo, bahkan Gresik, boleh lho konsultasi dan kontrol ke mbak Tika. Sebagai dokter dijamin profesional, ramah, dan bisa menjawab pertanyaan dengan jelas. Kalau sebagai kakak saya, cukup tegas, disiplin, dan keras. HAHA

Untuk mempermudah cari tahu tentang dokter Atika, nih saya kasih link IG DR. ATIKA, siapa tahu cocok. 
Aisyah bersama dokter kandungannya, mbak Tika

Kami memberinya nama Aisyah Taqiyyah Hasan

Aisyah merupakan satu satunya nama yang saya inginkan dari dulu bahkan saya berharap nama saya Aisyah. Itu tidak mungkin, maka nama itu akan saya berikan pada anak saya. Dalam bahasa Arab, berarti wanita yang feminim dan hidup.

Taqiyyah memiliki arti yang bertakwa, dalam bahasa Arab. Sedangkan Hasan merupakan nama almarhum Abi dari mas Wasiq, serta berarti baik rupa dan akhlaknya. Jika digabungkan, dengan memberikan nama tersebut, kami berharap, anak kami bisa menjadi wanita feminim, bersungguh sungguh dalam hidupnya, yang bertakwa pada Allah, dengan memiliki rupa dan akhlak yang baik.

Saya juga berharap dengan hadirnya Aisyah, mampu menjadi penghibur lara saya, Ibu, dan seluruh keluarga setelah kepergian Papa. Namun Allah pun berkehendsk lain pula. Aisyah hanya berkesempatan berjumpa dan bermain dengan Ibu hanya 4 bulan saja. Itupun intens bertemu dan digendong Ibu mungkin bisa dibilang hanya 2,5 bulan saja karena Ibu harus melakukan perawatan di RS. Saya cukup sedikit "nelongso" karena Papa belum sempat melihat dan bertemu cucunya dari saya bahkan Ibu yang berkeinginan melihat cucu cucunya tumbuh dewasa pun tidak kesampaian. Anak anak saya tidak akan ada satupun yang akan ingat seperti apa yangkung dan yangtinya. Bahkan Aisyah. Tidak akan bisa melewati fase mengenal dan mengingat wajah serta kenangan bermain bersama mereka. Walau begitu Allah sudah mentakdirkan kehidupan seseorang. Kapan ia lahir dan kapan ia meninggal. Allah juga maha baik, ketika Allah mengambil sesuatu, Allah akan memberikan hal baru lainnya.

Semoga segala amal ibadah Papa dan Ibu diterima oleh Allah dan cucunya, Aisyah, bisa menjadi anak sholehah, hafidzah, cerdas, dan semua doa doa baik lainnya. Mohon berikan Alfatihah buat Papa dan Ibu ya teman teman. Bagi kalian yang kenal dan pernah bertemu Papa, saya sebagai anak, meminta ampunan dan maaf dari kalian bila Papa dan Ibu pernah bersikap dan berkata tidak baik baik sengaja maupun tidak.

Setelah kepergian Papa dan Ibu, Aisyah adalah penguat dan penghibur lara saya. Tawanya, sikapnya, dan semua tingkahnya adalah obat bagi saya. Mungkin kalau saat ini Aisyah belum lahir, saya tidak tahu harus bagaimana untuk melanjutkan hidup seperti apa tanpa Ibu dan Papa. Kepergian mereka langsung merubah segala rutinitas dan pola pikir kehidupan saya yang sebelumnya masih bergantung pada Ibu dan Papa. Tanggung jawab saya pun bertambah 2x lipat. Semua urusan rumah yang kami tempati kini menjadi tanggung jawab keluarga kecil saya. Bukan rumah kecil untuk keluarga kecil kami. Semoga Allah memudahkan dan melapangkan segala urusan kami dengan Aisyah sebagai penghibur kami, yang sudah tidak bisa diam. 

Bismillah, saya kuat, 
Annisa Nurlaili 

You Might Also Like

0 komentar

BLOG POSTS

INSTAGRAM

Subscribe