Love and Heart
02.35
Mata lembab. Tak tidur semalaman, hanya terduduk
diatas kasur dengan membawa pigora foto kenanganku bersamanya. Kupandangi foto
itu tanpa bosan-bosannya. Mengingat kenangan manis saat bersama dirinya. Dia
yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi. Dia yang selalu menyemangatiku
disaat aku sedang terpuruk dalam berbagai hal.Dia yang selalu memberiku
kehangatan ketika aku merasa kedinginan oleh dinginnya udara. Dia yang
melindungiku dari kejahatan. Dia yang membelaku saat aku dhina oleh
teman-temanku.
Hanya dia yang membuat hidupku lebih berarti setelah
ayah dan ibu telah kembali kepada Sang Kuasa. Namun sekarang dia ikut pergi
meninggalkanku bersama ayah dan ibu. Aku merindukan saat dia memelukku untuk
menenangkanku. Aku merindukan saat dia menggenggam tangankuuntuk mengajariku
cara menunjukkan rasa percaya diri. Aku merindukan saat dia membuatkan segelas
coklat hangat saat aku berkunjung ke rumahnya untuk bertemu dengan mamanya. Aku
merindukan saat dia memberiku semangat dalam ujian akhir nasional dan dapat
membuat masuk ke dalam sebuah universitas yang aku inginkan. Aku merindukan
semua yang telah aku lalui saat bersamanya.
Kini aku tak bisa menatap wajahnya yang selalu
ceria, memberiku senyuman terindahnya, memberiku kehangatan, memberiku energi
kesemangatan, dan semuanya. Dia telah pergi. Pergi menuju alam yang sangat jauh
dari sini. Dan tak akan pernah kembali lagi. Walaupun hanya sekedar menengok
sebentar saja itu tak akan mungkin.
Sudah seminggu berlalu, aku masih terpuruk atas
kematian Roi. Sama sekali aku belum pernah meninggalkan rumah untuk keperluan
lain selain mengunjungi makamnya. Setiap hari kuteteskan airmata kerinduanku
yang mendalam padanya. Aku belum bisa
menerima kenyataan ini. Berbagai rencana yang telah kami susun gagal total
karena kepergiannya ini. Penyebab kematiannya adalah aku. Aku yang menyebabkan
dia celaka. Menyebabkan dia harus meninggalkanku secepat ini. Kuingat
kenanganku bersamanya sebelum dia pergi meninggalkanku.
“Kia, ayok makan yok! Aku uda laper nih,” ajak Roi
sesudah aku mengikuti mata pelajaran kuliahku.
“Ayok!” terimaku pada ajakannya. Aku dan Roi
berjalan menuju parkiran mobil. Hari ini Roi sedang membawa mobil karena
mamanya hari ini sedang tidak keluar rumah sehingga Roi dapat membawa mobil
mamanya ke kampus.
Jalanan siang hari ini cukup macet. Panas sinar
matahari membuat merasa pusing dan silau. Dengan segera Roi membuka kaca diatas
bagian depan kepalaku dan berusaha menidurkanku agar aku tidak pusing. Memang
begini caranya saat aku mulai merasa pusing saat terkena sinar matahari. Dia
benar-benar melindungiku dari apapun. Dia sangat menyayangiku. Aku pun juga
menyayanginya. Dia segala-galanya bagiku. Roi bukan pacarku karena aku dan dia
telah berkomitmen untuk berpacaran tapi suatu hari nanti pasti kami akan
menikah sesuai dengan perjanjian kami berdua.
“Kia sayang.. ayo bangun! Udah sampek nih,” Roi
menepuk-nepuk pipiku pelan membangunkanku dengan suaranya yang lembut.
Perlahan kubuka mataku. Tepat di depan kedua bola
mataku, terlihat wajah Roi yang tersenyum sangat manis kepadaku. Aku membalas
senyumannya dan kupegang kedua pipinya. Menyentuh dan mengelus-elusnya penuh
dengan rasa sayangku padanya.
Semenit kemudian, aku melepaskan tanganku dan
membuka sabukku. Aku beranjak keluar dari mobil. Aku berjalan menghampiri Roi
yang sudah terlebih dahulu di depan pintu cafe Two heart. Ini adalah cafe
favorit kami. Setiap siang kami selalu datang kemari untuk sekadar mengobrol
berdua dari hati ke hati dengan memesan lemon tea kesukaanku dan milkshake
strawberry kesukaan Roi. Banyak hal yang dapat kami obrolkan disini. Dari
tempat inilah tercipta rencana-rencana hebat yang ingin kami selesaikan.
“Eh kiaa..,” panggilnya.
“Apa Roi?” tanyaku.
“Mmm.. Kiaaa...,” panggilnya Roi.
“Iya Roi?” jawabku lagi.
“Kiaaa...,” panggilnya lagi untuk ketiga kalinya.
“Apa Roi?”
“Kiaaaaa...,”
“Apa Roi?” Aku mulai menatap tajam Roi karena aku
mulai gemas dengan sikapnya yang menggodaku seperti ini.
“Iiiihh.. tatapannya reeek. Tajam setajam silet gitu
sih?”
“Biarin,”
“Mulai jutek deh anak cantik dan manis ini,”
“Ah masa?”
“Iya.” Tak lama kemudian.. “Ah Kiaaaa... kamu kok
nggemesin bangeeeett seh?” ucapnya sambil menjiwit pipiku yang sedikit tembem
ini.
Aku mengaduh kesakitan karena jiwitan Roi sangat
keras. Pipiku menjadi sangat merah akibat jiwitan Roi. Aku mengelus-elus pipiku
agar tidak terasa sakit. Aku melihat Roi hanya senyam-senyum menahan tertawa
geli melihat sikapku yang kesakitan abis dijiwit olehnya. Roi memang nakal!
Tapi dia begitu berarti bagiku. Dia adalah warna dalam hidupku. Karena dia lah
aku sekarang lebih percaya diri daripada aku yang dulu selalu minder.
“Nakal kamu Roi. Sumpah aku masih kesakitan nih,”
keluhku yang masih mengelus-elus kedua pipiku.
“Sudah-sudah. Sini tak elusnya pipimu biar cepet
sembuh,” Roi menyingkirkan kedua tanganku dari pipiku dan dia mengelus-elus
dengan lembutnya kedua pipiku. Entah kenapa setelah pipiku dielus-elus olehnya
aku merasa rasa sakit yang tadinya membuatku lemah sekarang menjadi menghilang
begitu saja. Apa mungkin karena elusan dari Roi yang penuh kasih sayang itu
yang meruntuhkan rasa sakitku ini? Ah, entahlah. Yang jelas karena Roi semua
terasa sangat berbeda.
Tak beberapa lama kemudian, pesanan kami pun datang.
Aku yang memesan nasi campur dan lemon tea dan Roi memesan Nasi kremes dengan
minum milkshake coklat dilahap dengan nikmatnya. Entah kenapa hari ini aku
ingin lebih lama menatap wajahnya yang memberi energi semangat kepadaku ini.
Sedari tadi aku terus menatap wajahnya sambil memakan makananku.
Hari ini dan detik ini aku merasa sangat aneh
sekali. Perasaanku sedikit tidak tenang. Aku takut terjadi sesuatu. Apa yang
akan terjadi padaku nanti? Kenapa perasaanku sungguh tidak enak sekali? Apa
yang terjadi? Aku terus menatap Roi seusai makananku habis kulahap dengan raut
muka yang sedikit gelisah.
“Kia, kamu kenapa? Mukamu kok kelihatan geliah
gitu?” tanya Roi yang tersadar aku melihatnya sedari tadi.
“Mm.. perasaanku tiba-tiba tidak enak. Sepertinya
akan terjadi sesuatu. Tapi entah itu apa. Perasaan ini sama yang aku rasakan
ketika ayah dan ibu yang sedang berada di dalam pesawat pulang dari Cina dan
pada akhirnya mereka mengalami kecelakaan. Aku takut terjadi sesuatu,” ungkapku
padanya.
“Sudah Kia.. tenang saja. Mungkin itu hanya
perasaanmu saja kok,” Roi berusaha menenangkanku.
“Tapi perasaan ini terus menghantuiku Roi. Rasanya
aku bakal kehilangan orang yang paling aku sayang. Dan orang yang paling aku
sayang saat ini adalah kamu, Roi. Aku takut perasaanku ini akan menjadi nyata.
Aku benar-benar takut kehilanganmu. Aku tak ingin kamu pergi meninggalkanku,
Roi. Aku ingin kamu tetap berada disini. Aku ingin kamu terus bersamaku. Aku
tidak mau kehilangan kamu,” ucapku dengan sangat gelisah.
Roi pindah tempat duduk jadi di sebelahku dan
memelukku dari samping sambil mengelus rambutku dan berkata, “Kia sayaang, aku
tidak akan pernah meninggalkanmu kok. Aku pasti akan selalu ada buat kamu. Kamu
juga tidak akan kehilangan aku. Aku akan tetap berada disini, dihatimu sampai
kapanpun yang engkau mau. Aku akan terus bersamamu. Aku tak akan pergi meninggalkan
kamu. Kamu tenang saja. Tidak perlu gelisah seperti itu. Buang pikiran
negatifmu itu jauh-jauh. Pikirkanlah hal yang positif saja. Mungkin kamu hanya
kelelahan makanya kamu jadi kayak gini. Kamu tidak usah khawatir, aku akan
terus menemanimu setiap saat,”
Di dalam pelukannya dan setiap kalimat dan kata yang
keluar dari mulutnya membuatku sedikit merasa tenang. Aku percaya akan semua
ucapan dan janji yang dia buat. Rasa takut dan gelisahku kini telah menghilang
sedikit demi sedikit. Meskipun tidak banyak yang menghilang, namun aku sudah
merasa lebih tenang daripada sebelumnya.
Setelah aku merasa jauh lebih tenang, kami pergi
dari cafe seusai membayar bon-nya. Aku masuk ke dalam mobil bersama Roi. Aku
menyalakan radio yang ada di dalam mobil. Entah mengapa aku berhenti pada
sebuah siaran yang sedang memutar lagu Save you milik simple plan. Aku merasa
lagu ini begitu pas denganku saat ini. Ingin sekali aku menjaga Roi agar ia
tidak bisa pergi dariku. Tidak terlepas dari tanganku saat aku menggenggam tangannya
dan saat aku memeluk dirinya dengan begitu eratnya.
Rasa takutku kembali muncul secara tidak aku
inginkan. Rasa gelisah dan takutku sekarang ini lebih kuat daripada sebelumnya.
Aku hanya terdiam seribu bahasa. Tatapan kosong. Aku merasa sangat tidak tenang
pada perasaanku. Pikiranku pun mulai kacau. Bayang-bayang dikepalaku sudah
cukup jauh. Aku terbayang ketika aku melihat sesosok jenasah yang ternyata itu
adalah Roi. Aku berteriak dan menangis. Mengguncang-guncang tubuhnya agar ia
terbangun dari kematiannya. Memeluknya dengan sangat eraat ketika semua ingin
membawanya ke makam untuk dikuburkan. Terlepas dari memeluk Roi, aku terjatuh
tak berdaya dan tak sadarkan diri. Sehingga aku tidak dapat ikut dalam upacara
pemakamannya Roi.
Ketika aku akan sadarkan diri, aku membuka mata. Aku
melihat masih berada di dalam mobil. Disebelahku masih terdapat Roi yang
menyetir. Ternyata aku hanya sedang bermimpi. Aku menyandarkan kembali badanku
pada sandaran kursi mobil. Aku merasa lega karena itu hanya sebuah mimpi. Tapi
aku masih kepikiran bagaimana kalau semua yang ada di dalam mimpiku ini menjadi
nyata? Apa yang dapat aku lakukan? Bagaimana kehidupanku di kemudian hari jika
tanpa Roi? Sedangkan Roi adalah orang yang menghidupkan hati dan semua organ
yang ada di dalam tubuhku saat semuanya menjadi mati karena aku yang sedang
terpuruk oleh suatu hal.
“Kia, kamu kenapa sayang? Aku lihat kok kamu
kayaknya tadi mimpi buruk ya? Mukamu jadi pucat pasi begitu,” tanya Roi yang
daritadi sadar akan sikapku.
“Iya, aku tadi mimpi buruk,” jawabku dengan sedikit
bergemetar.
“Mimpi apa kamu sayang? Mau cerita gak?” tanya Roi
sambil terus tetap fokus melihat antara jalan denganku. Aku hanya terdiam saja.
Aku tidak tahu harus bercerita darimana. Aku bingung apa aku akan menceritakan
semuanya? Tiba-tiba Roi memegang tangan kananku yang berada dipahaku.
“Ceritakan saja, sayang. Aku siap mendengarkannya kok. Apa kamu mau kita
berhenti dulu untuk memberi tempat lain agar kamu sedikit tenang? Sebaiknya
kita ke taman saja. Di dekat sini ada taman,”
Aku hanya mengangguk kecil sebagai pertanda setuju
pada Roi untuk berhenti sejenak dan menenangkan pikiranku di taman. Roi
mengendarai dan mengendalikan mobilnya untuk berjalan ke arah yang dia
inginkan. Mobil Roi berjalan dengan kecepatan sedang.
Tak lama kemudian, mobil Roi berhenti di sebuah
taman. Roi mematikan mesin mobilnya dan turun dari mobilnya. Dia berjalan
melewati depan mobilnya. Dia membuka pintu mobil sebelah tempatku duduk. Dia
mengulurkan kedua tangannya meraih tanganku dan menarikku perlahan keluar dari
mobil. Dikunci mobilnya dan membopongku berjalan menuju taman. Tangan dan
badanku masih bergemetar pertanda rasa takutku pada mimpi burukku masih
terbayang olehku.
Roi mengajakku duduk pada sebuah kursi panjang
dengan adanya sandaran di punggung. Aku dan Roi duduk bersama. Roi memelukku
dari samping, berusaha memberiku kenyamanan pada diriku. Dielusnya rambutku
dengan lembut dan diciumnya rambutku. Aku sudah merasa nyaman bersama Roi dari
dulu, namun rasa takutku ini masih terus menghantuiku. Suasana begitu hening
dengan lamanya.
“Roi,” aku membuyarkan suasana keheningan.
“Iya Kia? Ada apa?” tanya Roi yang masih memeluk dan
membelai rambutku.
“Aku mulai merasa takut seperti tadi, Roi. Mimpi
burukku tadi membuatku merasa sangat takut,” ceritaku.
“Memangnya kamu tadi mimpi apa sih? Ceritakan saja!
Jangan malu,” pinta Roi. Aku luluh dengan pintanya itu. Kuceritakan semua yang
menjadi mimpi burukku barusan. Setiap kata yang keluar dari mulutku memberikan
rasa gemetar pada tubuhku dengan dahsyat. Sehingga aku menggenggam tangan Roi
sangat keras. Mungkin Roi merasa kesakitan dengan genggamanku ini tapi aku tahu
Roi akan menahan semua rasa sakitnya bila itu bisa membuatku merasa lebih baik.
Ketika aku telah selesai menceritakan mimpiku. Aku melepas genggamanku pada
Roi. Roi hanya membelai dan memelukku dengan erat.
“Kia sayang, semua orang yang ada di dunia ini pasti
akan kembali kepada penciptanya. Tidak ada yang berada di muka bumi ini bisa
hidup selama-lamanya. Contohnya pohon yang besar sekalipun meski umurnya sudah
sangat tua, pasti akan mati. Tidak mungkin pohon yang sama dapat berdiri tegak
di tempat awalnya itu selamanya. Semakin lama pohon tersebut akan runtuh dan
akhirnya mati. Contoh lagi, hewan kucing itu yang sedang menyusui anak-anaknya.
Tidak mungkin semua anak kucing termasuk induknya bisa bertahan hidup dengan
waktu yang sangat lama atau selamanya. Pasti satu persatu diantara akan mati
secara berurutan atau kesemuanya sekaligus. Mungkin dari induknya lalu anaknya
atau mungkin dari anaknya dulu lalu induknya.
Apalagi
manusia yang pasti bakalan akan mati dan tinggal bawah tanah. Kamu tahu orang
yang meninggal itu tidak mengenal usia. Mau usianya masih muda atau sudah
berumur, semuanya pasti akan mati. Kapan kita matinya itu tergantung dari sang
pencipta. Aku dan kamu pasti akan mati juga. Tapi yang jelas selama aku masih
bernafas aku akan terus melindungi kamu sampai akhir hayatku. Aku akan
menemanimu. Dan satu hal yang harus kamu ingat! Aku akan selalu berada di
hatimu. Aku tidak akan pernah pergi dari hatimu. Percayalah Kia sayang.
Yasudah, sekarang kamu tidur disini. Aku akan jadi peyangga bantal dan kasurmu
sekarang. Tenangkan pikiranmu dalam dekapan pelukanku ini. Rasakan kehangatan
cinta dan kasih sayangku ini kepadamu. Tidurlah. Kamu nanti akan terbangun dan
merasa lebih tenang dan segar daripada ini. Jangan lupa bacalah do’a sebelum
tidur,” Roi sangat bisa menenangkan pikiranku.
Aku merasa nyaman berada di pelukan Roi kini. Aku
menyandarkan kepalaku pada pundaknya. Di dalam hati aku membaca do’a sebelum
aku tertidur. Aku meresapi semua
ucapannya barusan. Berusaha untuk merasa lebih tenang daripada ini. Aku
menyadari bahwa Roi sangat mencintaiku lebih dari apapun. Dia akan melakukan
segala hal agar aku dapat merasa tenang dan nyaman saat bersamanya. Dia juga
akan melindungiku dari segala hal yang menyakitiku baik itu perasaanmu maupun
fisikku. Dia yang akan membelaku dan memperjuangkanku. Aku sangat sayang
padanya.
Kubuka kedua mataku perlahan. Cahaya sinar matahari
sore mengenai mataku. Aku terbangun dari tidurku. Kukucek kedua mataku dengan
tanganku. Aku menoleh ke arah kananku. Roi masih menemaniku. Dia memberikanku
senyuman khas dirinya. Aku membalas senyumnya dengan sumringah. Aku sudah
merasa lebih tenang dan segar setelah tidur entah berapa lama dan sepertinya
aku tertidur lama sekali.
“Aku tidurnya lama ya?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Seberapa lama pun kamu tidur dipundak dan
pelukanku, itu bukan masalah bagiku. Aku akan sangat menikmatinya jika itu
sedang bersama kamu,” jawabnya yang masih tersenyum padaku.
“Ah, kamu bisa saja, Roi. Aku kan jadi malu,” pipiku
mulai memerah.
Roi tersenyum lebar sambil sedikit tertawa. “Sudah,
kamu tidak perlu malu. Bagaimana tidurmu? Sudah merasa lebih tenang dan segar?”
“Iya sudah. Makasi ya, Roi sayang kamu sudah
membuatku merasa lebih baik,”
“Iya, samasama, sayang,” Roi melihat jam tangannya.
“Hari sudah mulai gelap, ayo kita pulang!”
“Sebentar Roi. Aku sangat haus. Aku ingin meminum
sesuatu. Aku pergi ke sebrang sana dulu ya untuk membeli minuman untuk kita
berdua,” sergahku yang sudah merasa sangat haus.
“Yasudah, ayo. Aku temani sampai ujung situ sebelum
kamu menyebrang ya?” ajak Roi. Aku mengangguk kecil.
Kami berjalan berdua layaknya dunia ini cuma milik
kita berdua. Sesampainya aku diujung jalan, aku menyebrang jalan sendirian.
Namun secara tiba-tiba Roi berteriak entah apa dan berlari ke arahku dan
mendorongku hingga aku tersungkur pada zebra cross. Aku melihat sebuah mobil
yang melaju sangat kencang menabrak Roi. Mobil itu terhenti setelah menabrak
Roi. Aku berlari menuju tempat Roi terjatuh. Dikepala Roi berlumuran darah. Aku
memegangi kepala Roi berusaha mengangkatnya untuk menyadarkannya.
Aku menangis dengan keras melihat keadaan Roi yang
berlumuran darah seperti ini. Sempat Roi membuka matanya. Tangan kanannya
menyentuh pipi kiriku. Senyumannya mengalir diberikan untukku.
“Kia sa..yang, jang...an me..me..nangis.
a..a..a..aku akan selalu ada di.. ha.. ti.. mu. I lo... ve.. youu.. kia,” Roi
tak sadarkan diri lagi.
Aku segera membawa Roi ke rumah sakit terdekat
menggunakan mobil orang yang menabrak Roi tadi. Aku masih terus menangis ketika
Roi sedang ditangani oleh dokter. Tak berapa lama kemudian, mama Roi datang
manghampiriku. Ia menanyakan keadaan Roi padaku. Namun aku masih belum tahu
bagaimana keadaan Roi saat ini. Roi masih dirawat oleh dokter. Aku sangat
khawatir dengan keadaannya. Bagaimana keadaannya sekarang? Tadi darah yang
mengalir dari kepalanya sangat banyak. Aku takut terjadi sesuatu padanya.
Aku duduk di ruang tunggu bersama mamanya Roi. Aku
menangis tersedu-sedu. Begitu pula mamanya yang juga khawatir dengan keadaan
Roi. Tante Selvi, mama Roi berusaha menenangkan dirinya sekaligus diriku. Roi
hanya memiliki seorang mama. Ayah meninggal saat usianya masih 3 tahun karena
terserang penyakit jantung. Dia tidak memiliki kakak atau adik. Dia anak
tunggal. Sehingga Roi sangat disayangi mamanya.
Seorang dokter yang sedang melepas masker keluar
dari ruang operasi. Dokter itu datang dengan raut muka yang sepertinya ada hal
buruk terjadi. Aku dan tante Selvi menghampiri dokter tersebut.
“Keluarganya Roi?” tanya sang dokter meyakinkan.
“Iya, dok. Saya mamanya. Bagaimana keadaan anak
saya?” tanya tante Selvi sangat khawatir keadaan anaknya.
“Maaf, bu. Saya terpaksa memberitahukan hal ini,”
dokter itu terdiam sejenak. Dia menatapku dan tante Selvi, “saya sungguh
menyesal untuk mengkabarkan berita ini. Anak ibu, Roi..... nyawanya sudah tak
bisa tertolong. Dia telah dipanggil oleh sang maha kuasa,”
Dokter itu pergi. Aku yang mendengarkan perkataan
dokter itu sangat terpukul sekali. Apa benar Roi telah meninggal? Apa benar Roi
pergi meninggalkan aku? Benarkah Roi sudah tak bisa terselamatkan lagi?
Tangisanku semakin menjadi-jadi. Tante Selvi menenangkanku. Ia membawaku pada
suatu ruangan setelah sekian lamanya ia berusaha untuk membuat merasa lebih
tenang dari sebelumnya. Di dalamnya terdapat mayat-mayat yang tertutupi kain
putih. Aku berhenti pada sebuah mayat. Aku membuka kain yang menutupi wajah
mayat tersebut.
Roooooooiii ...! aku mengguncang-guncang tubuhnya.
Aku berharap ia terbangun dari tidur panjangnya. Aku menangis dan berteriak
menyebut namanya. Aku tak percaya kalau Roi benar-benar telah meninggalkanku
sendirian. Disaat aku sudah merasa kelelahan, kepalaku jatuh pada badan Roi.
Untuk terakhir kalinya aku dapat menyentuhnya, dapat merasakan aroma tubuhnya,
dan dapat melihat wajahnya yang selalu memberiku semangat.
Hari ini adalah dimana hari upacara pemakaman Roi.
Kukenakan baju serba hitam dan jilbab berwarna hitam pula. Aku sangat berkabum
atas kematian Roi. Tapi disaat upacara ini berlangsung aku berusaha untuk tidak
ambruk dan bertahan sampai upacara pemakaman selesai. Aku hanya tertunduk
melihat gundukan tanah dan sebuah batu nisan bertuliskan nama Roi. Ketika semua
orang yang ikut dalam upacara pemakaman pergi, aku terduduk di saming batu
nisan Roi. Aku terus menangis dan menangis. Memegang batu nisan dan meraba-raba
gundukan tanah tiada henti.
Sampai sekaranglah aku masih berkabum atas kematian
Roi. Semua teman-teman sekaligus sahabatku telah datang menengokku untuk ikut
berduka cita atas meninggalnya Roi. Semuanya juga merasa sedih atas kepergian
Roi yang sangat mendadak ini. Semua pun tak percaya bahwa Roi akan meninggalkan
semua teman-temanya ke alam akhirat.
Tok.. tok.. tok..
Suara orang mengetuk pintu kamarku dari luar.
Mungkin itu tante Ria, adik ibu yang telah menampungku setelah kepergian ayah
dan ibu. Jadi kusuruh saja masuk tanpa aku bertanya siapa itu.
“Kia,” sapa seseorang perempuan dewasa yang ternyata
tante Selvi, mamanya Rio.
Aku yang melihat tante Selvi datang ke rumahku
sangat terkejut. Aku mempersilahkan tante Selvi masuk, “Silahkan masuk, te”
Tante Selvi berjalan masuk ke dalam kamarku dan
duduk di sebelahku. Dia menatapku dengan tajam. Dibelainya rambutku secara
perlahan-lahan. Dia tersenyum padaku. Senyumnya seperti aku kenal. Ya,
senyumnya sama seperti Rio. Aku sangat menyukai senyumnya Rio yang begitu manis
seperti mamanya.
“Bagaimana keadaanmu saat ini, Ki? Tante harap
keadaanmu jauh lebih baik dari sebelumnya,” ucap tante Selvi berbasa-basi.
“Masih sama seperti kemaren kok, te. Ada apa tante
kesini?” tanya penasaran apa yang membawa tante Selvi datang kemari.
Tante Selvi membuka tasnya dan mengeluarkan sekotak
kecil entah isinya apa. “Tante kesini cuma mau ngasih barang titipannya Rio
untuk kamu,” tante Selvi menyerahkan kotak kecil yang dibawanya tadi. “Rio
berpesan jikalau dia telah meninggal, dia menitipkan ini untuk kamu seminggu
setelah kematiannya. Dia berharap isi dari kotak ini dapat membuatmu lebih
tenang,”
Aku membuka kotak pemberian dari tante Selvi. Di
dalamnya terdapat sebuah kalung perak yang berbentuk hati yang terdapat inisial
namaku dan Rio, KR. Tante Selvi menawarkan diri untuk memasangkan kalung
tersebut ke leherku. Kalung tersebut sangat indah. Aku melihat kembali ke dalam
kotak ternyata ada sepuuk surat.
Dear
Kia..
Kamu
adalah satu-satunya perempuan yang membuat hatiku luluh padamu. Kamu yang
membuat hidupku jauh lebih berarti. Kamu selalu menebarkan senyummu itu yang
manis semanis gula ,tetapi masih manisan kamu, Kia.
Kia,
aku sayang menyayangi kamu. Jujur, aku tak ingin meninggalkan kamu sendirian.
Namun sebenarnya kamu tidak sendirian. Masih ada mamaku yang bisa
menggantikanku. Dan suatu hari nanti kamu pasti akan menemukan penggantiku yang
jauh lebih baik daripadaku..
Maaf
Kia, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahi kamu di suatu hari nanti.
Waktuku tidak panjang seperti yang aku harapkan. Aku sudah dipanggil Tuhan
untuk kembali kepadanya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa jika aku memang sudah
waktunya pergi untuk selamanya.
Kia,
aku telah memberimu waktu seminggu untuk meratapi kepergianku. Aku harap
setelah ini kamu tidak meratapi kepergianku. Aku tahu betapa sakitnya kamu saat
kehilangan aku. Tapi aku tidak mau melihat terjatuh seperti ini terlalu lama.
Kembalilah kepada Kia yang ceria, percaya diri, dan manja. Janganlah kamu
terpuruk karenaku! Jika kamu terus menerus berada dalam kesedihan, aku tidak
akan tenang berada di alamku. Kamu mau aku merasa tidak tenang karenamu? Kamu
hanya boleh mengenangku dengan tetesan airmata dan tidak membuatmu menjadi
lemah dan tak berdaya. Berjanjilah bahwa kamu tidak akan terpuruk lagi
karenaku.
Kia,
setelah kamu membaca suratku ini. Aku ingin kamu datang ke pemakamanku.
Datanglah dengan membawa cinta dan janjimu kepadaku. Aku akan menunggumu
disana.
Love
and heart,
Rio
Aku sangat terharu saat membaca surat ini. Aku melipat
surat tersebut dan meletakkannya diatas kasurku. Aku baru sadar kalau tante
Selvi telah keluar dari kamarku. Aku bergega mandi dan membersihkan diriku. Aku
mengendarai mobilku menuju ke pemakaman Rio. Sebelum kesana aku mampir membeli
beberapa bunga untuk Rio.
Sesampainya tepat di samping makam Rio, kuletakkan
rangkain bunga yang aku beli tadi diatas gundukan tanah. Aku berdo’a sejenak
untuk Rio agar hidupnya di alam sana tenang. Aku memejamkan mataku. Mengucapkan
semua janjiku kepada Rio. Aku berjanji akan tidak terpuruk dalam kesedihan atas
kepergian Rio lagi. Aku akan berubah menjadi aku yang riang!
Beberapa waktu lamanya, aku telah menjadi Kia yang
periang, selalu percaya diri, murah senyum, dan menjadi lebih friendly bukan
lagi Kia yang terpuruk dalam kesedihan atas kepergian Rio. Aku telah berubah
jauh lebih baik. Aku terpuruk atas kepergian Rio, namun atas kesadaranku yang
tidak ingin Rio tidak tenang di alam sana, maka aku berubah menjadi seperti
sekarang ini. Setiap minggunya aku rutin datang ke pemakamannya Rio untuk
menengok dan berdo’a untuk Rio. Aku harap Rio tenang berada di alam sana dan
bangga melihatku seperti saat ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Selesai dibuat pada tanggal 2 Juni 2011 pada jam 2.31, dimulai tanggal 1 Juni 2011.
ini bukan kisah nyata, hanya fiktif belaka. saran dan komennya, terimakasih :)
0 komentar